Korbannya Harta untuk Islam
Jamal juga menerangkan, ibadah haji di samping mengajarkan manusia senatiasa mencari bekal menghadapi kehidupan akhirat, juga mengajarkan pentingnya solidaritas, kebersamaan, dan persaudaran ukhuwah Islamiyah.
Menurutnya, mereka perlu belajar dari Rasulullah dan para sahabat yang tetap peduli pada orang lain, baik di waktu lapang maupun sempit. “Kita juga perlu belajar dari para pemimpin muslim Indonesia yang tetap hidup sederhana meskipun menjadi pejabat tinggi dan bisa bergelimang harta,” ungkapnya.
Dia mencontohkan, Jenderal Soedirman tetap hidup sederhana baik ketika menjadi guru sekolah rakyat Muhammadiyah, ketika menjadi Pemuda Muhammadiyah, maupun ketika sudah menjadi Jenderal. “Beliau tetap rajin mengaji, berdakwah, dan sangat pemurah,” urainya.
Jamal juga mencontohkan, “Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, Muhammad Natsir, Moh Hatta, KH Agus Salim, Bung Tomo, para pejuang mantan pejabat tinggi negeri ini bahkan pada masa pensiunnya ada yang tidak mampu membayar tagihan rekening listrik yang di rumahnya.”
Bahkan, sambungnya, ada yang tidak memiliki rumah sampai wafatnya. Demikian juga dengan KH AR Fakhrudin salah seorang yang menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah terlama, hidupnya sangat sederhana.
“Agar bisa terus berdakwah dan mendidik anak-anaknya, beliau tidak malu berjualan bensin di depan rumahnya, karena uang pensiunanya sebagai pegawai Depag tidak akan cukup untuk bekal dakwah untuk ummat dan pendidikan anak-anaknya,” tuturnya.
Lalu dia kembali melontarkan pertanyaan renungan, “Apa yang sudah kita usahakan dan berikan untuk agama Allah? Dan beramal shalih untuk umat dan bangsa.”
Menurutnya, H Muhammad Bisnis Ilyas dan keluarganya menjadi tauladan umat yang telah mengorbankan harta dan kekayaannya untuk Islam dan bangsa.
Jadi Keluarga Dakwah
Di hadapan ribuan jamaah itu, Jamal mengajak, “Marilah kita siapkan keluarga kita menjadi keluarga dakwah seperti keluarga Nabi Ibrahim AS. Siapkan anak keturunan kita menjadi penerus perjuangan Rasulullah Muhammad SAW.”
Dia memperingatkan, “Jangan sampai bapak ibunya paham agama tapi anak anaknya hanya paham angka-angka. Jangan sampai bapak ibunya mengamalkan al-Quran dan al-Hadits, tapi anak keturunannya yang diamalkan hanya sebatas koran dan hardisc.”
“Bapak ibunya rajin ke masjid tapi anak-anaknya dibiarkan rajin ke game online, dan ketika azan subuh berkumandang anak-anak kita biarkan tidur pulas dengan alasan kasihan. Lalu kapan kita akan mendidik anak-anak keturunan kita mencintai Allah dan Rasulullah Muhammad SAW?” sambungnya.
Kemudian dia mengingatkan, jangan sampai hanya menyiapkan anak-anak sukses dunia namun gagal di akhirat. Dia lantas menukil at-Tahrim ayat 6. “Wahai orang orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari bahaya api neraka.”
Dia mengimbau agar para orangtua berpesan pada anak-anak keturunan mereka, “Anak-anakku, silakan kalian jadi profesional sesuai cita-cita dan keinginanmu, tapi jangan pernah kalian jauh dari Allah dan Rasulullah SAW dan meninggalkan shalat!”
Dia juga berpesan, dengan Diinul Islam yang tinggi dan mulia, apapun profesi dan kompetensinya maka jadikanlah Islam yang kita peluk itu menjadi pencerah bagi semesta atau rahmatan lil ‘alamiin.
“Marilah kita upayakan agar kesibukan kita dalam bekerja, jerih payah kita mengurusi rumah tangga, aktif kita dalam berbagai kegiatan, jangan sampai hanya berhenti menjadi aktifitas fisik, tetapi harus menjadi aktifitas yang bernilai ibadah,” lanjutnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni