Anak Jangan Punya Akun Sendiri
Lantas ia bertanya kepada orangtua siswa yang hadir, “Bapak ibu anaknya punya HP? Akunnya pake akun siapa? Ada yang memakai akun anak?” tanyanya.
Ia menyuruh untuk hati-hati, karena sekarang hackers sudah melakukan banyak hal untuk menghancurkan anak-anak kita. “Kebetulan saya di bidang kriminal, sangat tahu sekali bagaimana kejahatan itu justru yang dicari korbannya anak-anak usianya yang masih sangat kecil,” jelasnya.
Karena anak-anak kita ini begitu terpapar satu kali, maka berikutnya dia menjadi nyaman dengan dunianya. “Apalagi kalau ayah ibunya bekerja, kemudian dia merasa tidak mendapatkan perhatian dari keluarga, dia mendapatkan perhatian dari itu, dan dia menikmati. “Kami istilahkan dengan child grooming,” ujarnya.
Ia memaparkan bagaimana kejahatan melalui internetdan dipakai untuk menyerang anak. Tahun 2007 ada sekitar 125 ribu pelaku kejahatan. Ketika kita online, pada saat itu yang menjadi korban anak-anak yang usianya remaja.
“Berarti kalau 2007 segitu, sekarang ada berapa juta yang mengelilingi anak kita? Kurang lebih 3-4 juta pelaku kejahatan,” papar Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Jawa Timur ini.
“Tolong akun media anak memakai nama kita dan saya tidak berharap, anak-anak kita yang usianya masih dini ini untuk dikenalkan dengan kenikmatannya bermedia sosial,” tegasnya.
Wanita yang tinggal di Menganti Gresik ini melanjutkan pertanyaannya. “Ibu kalau sudah main medos, lihat TikTok satu jam tangannya gimana?”
“Gemetar,” jawab salah satu dari mereka.
Kalau 10 jam menggunakan gadget, sambungnya, maka kemungkinan untuk serangan stroke-nya lebih cepat. Kalau dulu stroke menyerang usia 60 tahun ke atas, sekarang 30 tahun ke atas. “Maka kembali lagi, peran keluarga menjadi sangat penting di dalam tumbuh kembang anak kita,” ucapnya.
Ia pun memberi tantangan, “Ketika hari libur, data internet kita matikan saat kita bersama anak, siap apa tidak?” tantangnya kepada peserta yang menjawab dengan tertawa kecil.
Bu Riza menyarankan biarlah anak dengan dunianya yakni dunia bermain daripada bermain gadget. “Biarin, sak puas-puasnya dia bermain, daripada nanti di usia sekolah lebih banyak mainnya, orangtua harus siap diganggu,” ujarnya.
Waktu hujan, lanjutnya, biarlah anak bermain hujan. Jangan takut flu. Air hujan itu menyehatkan, PH-nya paling bagus. Yang membuat anak flu itu sugesti yang kita berikan kepada anak kita.
Kemudian, ketika anak kita masuk usia sekolah, harapan kita anak harus smart, cerdas, mandiri, dan relijius. “Pertanyaan saya, ayah berapa kali dalam sehari jadi imam? Ibu bagaimana hubungannya dengan tetangga?” tanya Bu Riza.
Menurut dosen Universitas Ciputra Surabaya ini, anak akan melihat sosok kita. Relijius bukan hanya shalat lima waktu dan mengaji, tetapi termasuk adab tata krama.
Baca sambungan di halaman 3: Faktor Anak Agresif