Lima Pegangan
Berikut ini, hal-hal yang harus diperhatikan oleh umat Islam, terutama yang memosisikan diri sebagai pengarang atau penulis. Pedoman dari A. Hassan ini praktis, mudah dipraktikkan.
Pertama, mengarang atau menulis itu satu pekerjaan yang mulia dan sangat dihormati. Syaratnya, saat menulis sang penulis bisa berlaku adil (dalam berpendapat), sopan (di kalimat-kalimatnya), jujur (dalam menyampaikan ilmu) dan punya maksud baik untuk dan memperbaiki (kondisi kemasyarakatan).
Kedua, seorang pengarang atau penulis boleh mengritik perbuatan atau sikap (calon) tokoh yang tidak baik. Langkah ini perlu sebab si (calon) tokoh potensial dijadikan ikutan masyarakat yang tidak baik. Di titik ini ada dua “jalan”.
Jika sekiranya kesalahan itu tak disengaja, di tahap awal sebaiknya kritik disampaikan dengan cara mengirim surat yang khusus ditujukan kepadanya. Berikutnya, jika kritik itu tidak memberi hasil, boleh langsung terbuka disampaikan di media. Itu berbeda jika si (calon) tokoh ternyata sengaja melakukan kesalahan di depan umum. Maka, tidak mengapa kalau kritik kita sampaikan langsung di depan umum seperti dengan menulis di surat kabar.
Ketiga, seorang pengarang atau penulis boleh mengritik terbuka di depan umum kepada suatu perkumpulan atau perusahaan yang melakukan kesalahan di depan umum. Kesalahan yang dimaksud adalah sesuatu yang merusak atau merugikan.
Keempat, seorang pengarang atau penulis boleh mengritisi jika menjumpai tulisan jelek atau salah yang sudah tersiar di surat kabar atau buku. Untuk hal ini, tidak harus didahului dengan mengirim surat khusus ke pihak yang salah, tapi bisa langsung dengan menulis di media dengan skala penyebaran minimal sama dengan yang kita kritisi. Bahkan, lebih baik lagi, jika skala penyebarannya lebih luas.
Kelima, secara umum, pengarang atau penulis harus bisa membantah pikiran-pikiran atau pendapat-pendapat yang tidak benar yang sudah tersiar. Untuk hal ini, lebih baik bantahan itu disalurkan lewat surat-surat kabar, asal dengan maksud dan cara yang sebaik-baiknya.
Jaga Hati
Hassan tak lupa menasihati secara khusus para pengarang atau penulis. Pertama,agar pengarang atau penulis benar-benar ikhlas. Dia ingatkan, bahwa apa yang terkandung dalam hati seorang pengarang atau penulis sering terasa di dalam kandungan tulisannya.
Meski si pengarang atau penulis mengira dia sudah menulis dengan ikhlas, tetapi bagi orang yang ahli dalam urusan tulis-menulis tetap akan terasa juga maksud yang sebenarnya. Oleh karena itu, jaga hati. Jaga sikap ikhlas. Jika ikhlas yang menjadi energi kita dalam menulis, insya Allah semua akan menjadi mudah.
Kedua, masih terkait yang pertama di atas. Hendaknya, pengarang atau penulis jangan memuji seseorang atau pihak manapun karena mengharap akan dipuji juga atau mengharap keuntungan. Jangan pula mengritik seseorang atau pihak manapun lantaran benci, permusuhan, atau pembalasan.
Demikianlah, A. Hassan telah memberikan panduan. Lebih dari itu, A. Hassan telah memberi teladan lewat karya-karya tulisnya. A. Hassan sudah memberi contoh melalui debat, baik secara tertulis maupun secara langsung.
Alhasil, tugas kita adalah melanjutkan perjuangan A. Hassan. Perjuangan dalam membela agama Allah, termasuk lewat tulisan-tulisan (kritis) kita. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni