Pondok Pesantren Muhammadiyah Sedang Booming; Liputan Pipit Rachmawati, kontributor PWMU.CO Trenggalek.
PWMU.CO – Rapat Kerja (Raker) Terpadu Pondok Pesantren Modern (PPM) Muhammadiyah Boarding School (MBS) Trenggalek mengundang Ketua Ittihadul Ma’ahid Al Muhammadiyah (Itmam) KH Yunus Muhammadi dan Sekretaris Itmam Nasirul Ahsan, Rabu, (13/7/22).
Mengisi Stadium General, KH Yunus Muhammadi menyampaikan perkembangan jumlah pondok pesantren (ponpes) Muhammadiyah se-Indonesia yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.
“Sekarang tahun 2022 ada perkembangan yang sangat luar biasa. Yaitu dari 67 pada tahun 2010 menjadi 419 pondok pesantren se-Indonesia. Sehingga jika ada orang mengatakan terjadi booming atau ledakan pesantren Muhammadiyah di sana-sini, baik di desa, di kota, di Jawa, maupun di luar Jawa itu bukan pernyataan yang mengada-ada dan bukan hoax,” ungkapnya.
Kiai Yunus, sapaanya, menambahkan, perkembangan pesantren Muhammadiyah tidak hanya secara kuantitatif, tetapi juga secara kualitatif.
“Ada perkembangan yang sangat luar biasa dengan semakin banyaknya pesantren Muhammadiyah yang terpaksa menolak sebagian pendaftar karena keterbatasan sarana dan prasarana,” lanjutnya.
Dia melanjutkan, “Saya tidak bermaksud mengajak Njenengan untuk bangga karena telah menolak sebagian pendaftar. Menolak itu termasuk hal yang tidak terpuji.”
“Lalu kenapa menolak? Karena memang terpaksa. Insyaallah kepercayaan warga Muhammadiyah terhadap pesantren Muhammadiyah sudah muncul dengan sangat luar biasa,” tambahnya.
Problem Pondok Muhamamdiyah
Menurut Kiai Yunus ada beberapa masalah terkait penyelenggaraan pesantren Muhammadiyah di Indonesia. Masalah pertama adalah belum terpadunya antara sekolah formal dan sekolah pondok.
Kyai Yunus juga mengatakan bahwa pondok yang tidak terpadu tidak akan berkembang. “Jika kita jumpai ada pesantren Muhammadiyah yang belum terpadu, selalu kita motivasi. Pondok Njenengan ini pondok setengah-setengah. Pondok itu jika tidak terpadu secara total, hasilnya juga setengah-setengah. Maka dari itu saya sampaikan kepada mereka, pondok jika ingin maju harus direformasi, kalau perlu revolusi menjadi pondok terpadu,” tegasnya.
Menurutnya, masalah kedua yang masih sering di jumpai di beberapa pesantren Muhammadiyah adalah berkaitan dengan struktur organisasi pesantren (SOP). SOP disusun guna mencapai tujuan yang diharapkan oleh suatu pesantren.
“SOP untuk kepala sekolah dan direktur tidak boleh sejajar dan perlu membangun kekompakan yang luar biasa,” tegasnya.
Masalah ketiga adalah kurikulum. Menurut dia ada dua model pesantren, yaitu pertama, model terpisah. “Di mana pembelajaran formal dilaksanakan pada pagi hari dan pembelajaran khas pesantren dilaksanakan pada sore hari secara terpisah,” jelasnya.
Baca sambungan di halaman 2: Terpadu