Toleransi dalam Beragama
Sebagian umat Islam memahami bahwa pernikahan beda agama tidaklah haram. Mereka berpendapat di antaranya dengan dasar toleransi beragama.
Islam memang sangat menjunjung tinggi toleransi beragama, namun toleransi beragama bukan berarti merusak tatanan agama itu sendiri.
Rasulullah SAW sebagai contoh terbaik manusia telah memberikan teladan bagaimana menempatkan toleransi beragama dengan orang kafir, yaitu dengan tetap menghargai agama mereka tanpa mengusik sedikit pun. Membiarkan mereka menjalankan agama sesuai keyakinan mereka tanpa menghina dan tetap menjaga hak-hak mereka sebagai makhluk Allah SWT. Serta memberikan bantuan maupun pertolongan dalam rangka kemanusiaan.
Akan tetapi jika dalam hal akidah, Islam sangat tegas:
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ
“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” (al-Kafirun 6)
Jika menikah beda agama merupakan bentuk toleransi dalam beragama, tentu tidak ada larangan menikah dengan orang kafir.
Apakah manusia menganggap lebih memahami arti toleransi dari pada Allah dan Rasul-Nya?
Sebagian umat Islam yang lain memandang bahwa larangan menikah beda agama hanya bagi wanita muslimah dan laki-laki kafir, sedangkan jika pernikahan beda agama dilakukan oleh laki-laki Muslim dengan wanita kafir ahli kitab maka masih dibolehkan.
Dalam al-Maidah ayat 5 disebutkan, Allah SWT memberikan beberapa hak istimewa kepada para ahli kitab. Di antaranya, lelaki Muslim diperbolehkan menikahi wanita yang berasal dari kalangan ahli kitab. Selain itu, umat Islam juga dihalalkan untuk memakan daging binatang yang disembelih oleh mereka.
اَلْيَوْمَ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۗ وَطَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حِلٌّ لَّكُمْ ۖوَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖوَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسَافِحِيْنَ وَلَا مُتَّخِذِيْٓ اَخْدَانٍۗ وَمَنْ يَّكْفُرْ بِالْاِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗ ۖوَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ ࣖ
“Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman, maka sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.” (al-Maidah 5)
Baca sambungan di halaman 3: Hukum Menikahi Wanita Ahli Kitab