Hukum Menikahi Wanita Ahli Kitab
Sebagian ulama berpendapat bahwa halal menikahi wanita Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani). Hal ini di antaranya disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni (7/99). Di antara sahabat yang meriwayatkan hal itu adalah Umar, Utsman, Hudzaifah, Salman, Jabir, Talhah dan yang lainnya. Ibnu Munzir berkata, “Tidak ada dari kalangan generasi pertama yang mengharamkan hal itu.” (https://www.republika.co.id/menikahi-perempuan-ahli-kitab.)
Wanita Ahli Kitab adalah wanita yang masih berpegang teguh pada kitab-kitab sebelum al-Qur’an, yaitu Zabur, Taurat, dan Injil, sebagaimana disebutkan dalam al-Maidah ayat 5 di atas.
Namun pertanyaannya, apakah wanita Yahudi dan Nasrani saat ini sama dengan wanita ahli Kitab pada masa sebelum diturunkannya Al-Qur’an?
Di samping itu alasan diperbolehkan menikah dengan wanita Ahli Kitab adalah karena keimanan mereka terhadap Taurat, Zabur, dan Injil.
Pada kenyataanya, kitab-kitab di atas telah diubah oleh para ahli kitab sehingga isinya pun telah jauh berbeda.
Lebih jauh lagi, jika melihat pada salah satu maqasidus syariah yaitu hifdzud din (menjaga agama), maka menikah dengan wanita Ahli Kitab saat ini justru dikhawatirkan akan berdampak buruk pada generasi setelahnya, yaitu anak-anak dari pasangan beda agama.
Anak-anak yang lahir dari orangtua yang beda agama akan mengalami kebingungan dalam mengikuti ajaran agama orang tua mereka.
Syaikh Ibn Baz berpendapat bahwa menikahi para wanita Ahli Kitab pada zaman sekarang ini dikhawatirkan karena bisa membawa berbagai dampak buruk.
Sebab, para wanita tersebut justru terkadang mengajak calon suami Muslimnya kepada agama mereka. Menurutnya, tindakan yang lebih hati-hati bagi seorang mukmin adalah tidak menikahi perempuan yang berbeda agama.
Oleh karena itu penulis berpendapat bahwa menikah beda agama adalah suatu keharaman dan melanggar syariat Islam yang menghendaki kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat.
Wallahu A’lam bish shawab. (*)
Ustadzah Ain Nurwindasari SThI, MIRKH adalah anggota Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Asiyiyah (PDA) Gresik; alumnus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) PP Muhammadiyah dan International Islamic University of Malaysia (IIUM); guru Al-Islam dan Kemuhammadiyahan SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik.
Editor Mohammad Nurfatoni