Guru dan Murid
Saya masih merasa perlu menambah contoh, tokoh yang tulisan-tulisannya baik. Dia adalah Dr. Natsir, kata Zainal Abidin Ahmad.
Siapa Zainal Abidin Ahmad? Dia lahir pada 11 April 1911 dan meninggal pada 1983. Meski otodidak, dia menguasai Bahasa Inggris, Belanda, dan Arab.
Predikat dia banyak, seperti: Pejuang kemerdekaan, politisi, pendidik, wartawan, dan penulis. Sebagai wartawan, dia pendiri koran Panji Islam. Koran ini memuat “suara-suara perjuangan” seperti tulisan-tulisan Sukarno, Hatta, dan Natsir. Dia juga menerbitkan majalah Al-Manar, Dunia Pengalaman, dan Pustaka Islam.
Sebagai penulis Zainal Abidin Ahmad sangat produktif. Tak hanya menulis di media massa atau menulis makalah yang pendek tapi justru dia rajin menulis buku. Sedikitnya dia punya karya 30 judul buku (baca https://www.republika.co.id/).
Dengan kapasitas kepenulisan seperti yang tergambar di atas, maka simak penilaian Zainal Abidin Ahmad kepada tulisan Natsir, berikut ini: “Tulisannya yang berisi dan mendalam dengan susunan yang berirama dan menarik hati, sangatlah memikat perhatian para pembaca”.
Selanjutnya, kata Zainal Abidin Ahmad, “Bukan saja karena kata-katanya yang terpilih, yang disusun menurut caranya yang tersendiri itu, melainkan lebih utama lagi karena isinya yang bernas mengenai soal-soal sosial, ekonomi dan politik, yang menjadi kebutuhan bangsa kita pada waktu itu. Semua dijiwainya dengan semangat dan ideologi Islam yang menjadi pegangan hidupnya” (Capita Selecta, 2015: xxv).
Sekali lagi, rasakan penilaian Zainal Abidin Ahmad di atas. Intinya, bagi dia, tulisan Natsir itu: Isinya berguna, enak dibaca, dan mudah dipahami.
Seperti apa contoh tulisan-tulisan Natsir? Tentu kita perlu membacanya secara langsung. Terutama, silakan baca kumpulan tulisan Natsir di tiga jilid buku dengan judul Capita Selecta.
Syarat Lain
A. Hassan berusaha sempurna. Tak hanya menyebut secara umum bahwa tulisan baik itu harus “enak dibaca”, tapi sang ulama itu juga memberi petunjuk praktis. Petunjuk itu, antara lain sebagai berikut.
- Kalimat di tulisan kita sebaiknya pendek-pendek. Berikut ini contoh kalimat pendek dari saya: “Saya suka nasi pecel”. Contoh yang sedikit lebih panjang: “Saya suka nasi pecel, jenis makanan yang digemari masyarakat terutama di Jawa”. Hemat saya, jika ada kalimat yang lebih panjang dari contoh kedua itu sudah masuk pada kategori panjang. Adapun kalimat yang panjang cenderung melelahkan saat membacanya dan berpotensi sulit dipahami.
- Tak mengulang kata yang persis di kalimat yang sama. Memang, jika tak cermat kadang-kadang kata seperti “yang” atau “dan” (atau yang lain) kita tulis lebih dari sekali di satu kalimat.
- Ini contoh dari saya: Budi Azhari seorang dosen yang dikenal sebagai penulis yang produktif. Di kalimat itu, kata “yang” terulang dua kali. Kalimat itu bisa kita perbaiki menjadi: Budi Azhari seorang dosen yang dikenal sebagai penulis produktif.
- Boleh memakai perumpamaan. Coba baca lagi satu paragraf utuh dari Mahbub Djunaidi di tulisan “Pahlawan dari Salemba” di atas. Di situ terdapat lebih dari satu perumpamaan yang menggoda.
- Sebelum menulis, buatlah kerangka karangan. Dengan cara ini sistimatika tulisan bisa terjaga.
- Sebelum dipublikasikan, lakukan editing. Lakukanlah, bahkan jika perlu sampai dua atau tiga kali.
Bismillah, Mulailah!
Demikianlah, A. Hassan telah memberi pedoman. Bagi yang ingin membaca lebih lengkap, bisa di buku “Hai, Anak Cucuku!” (2020: 214-219). Kajian enam halaman itu ada di bawah judul “Sedikit Pimpinan dalam Karang-Mengarang”. Maksud kata “Pimpinan” di judul itu adalah panduan atau petunjuk.
Hassan telah membuka jalan dengan cara memberikan arahan tentang kriteria tulisan yang baik. Lalu, di sekitar kita banyak contoh tulisan yang baik dengan berbagai jenisnya.
Sekarang, bagaimana dengan kita? Ikutilah arahan A. Hassan itu dengan langsung praktik. Teruslah belajar dengan tekun.
Buatlah tulisan yang isinya berguna, enak dibaca, dan mudah dipahami. Dasarilah dengan niat, menulis untuk raih ridha Allah.
Semoga Allah kuatkan tekad kita. Mudah-mudahan Allah mudahkan kerja-kerja perdaban kita. Sungguh, mulai dan mulailah! (*)
Editor Mohammad Nurfatoni