Kisah Suami Istri Penjual Kopi Naik Haji; Laporan Kemas Saiful Rizal, kontributor PWMU.CO di Tanah Suci.
PWMU.CO – Jamaah haji tidak selalu didominasi oleh orang kaya. Tidak sedikit orang yang biasa-biasa saja bisa lebih dulu bisa berangkat haji dibanding mereka yang lebih kaya.
Kuncinya terletak kepada siapa yang lebih dulu mendaftar haji—-tentu semua tidak terlepas pada takdir atau kehendak Allah. Tidak sedikit orang yang mendaftar lebih dulu, tidak terpanggil berangkat haji karena berbagai alasan. Ada yang meninggal, sakit, dan lain sebagainya.
Kasinun Bin Sono Sadi (51), asal Desa Jatirembe Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik, Jawa Timur, termasuk orang yang biasa-biasa saja yang dipanggil Allah ke Tanah Suci. Teman saya sekamar saat di Mekah itu punya kisah unik dalam proses berangkat haji.
Kasinun dan istri tergabung di Kloter 31 SUB Rombongan 6. Sebetulnya dia ikut KBIH MWC NU Benjeng Gresik, namun karena jamaahnya tidak banyak, maka bergabung bersama KBIH Babussalam Gresik.
Kasinun menceritakan pekerjaan sehari-harinya selain sebagai petani (padi) adalah membuka warung kopi di desanya, Desa Jatirembe Benjeng. Warung kopinya buka sejak pukul 07.00 hingga 22.00 WIB. Adapun sebelum Dhuhur hingga Maghrib warung kopinya tutup. Baru dibuka lagi setelah shalat Maghrib.
Awalnya Isnul Hidayati, sang istri lebih dulu jualan jamu sejak tahun 2003. Kasinun berpikir usaha apa yang bisa dilakukannya untuk bisa menemani sang istri jualan jamu.
“Setelah beberapa lama, akhirnya sejak 2005 diputuskan untuk membuka warung kopi di sebelah warung jamu Putri Barokah milik Bu Is—panggilan Isnul Hidayati—berjualan jamu. Kebetulan masih ada satu bedak lagi ukuran 4×3 meter yang masih kosong,” kisahnya.
Kasinun bercerita secangkir kopi di warungnya dijual seharga Rp 3 ribu. Namun pembeli sering membayarnya Rp 5 ribu rupiah, dengan alasan tambah jajan atau gorengan. Padahal Kasinun tahu, pembeli itu tidak ambil jajan atau gorengan yang disebutkannya.
“Mungkin mereka membayar lebih karena merasa sungkan sudah ngopi berjam-jam di warungnya, ujarnya. Padahal Kasinun menganggap wajar ngopi berjam-jam. Namanya juga warung kopi.
Baca sambungan di halaman 2: Kisah Daftar Haji