Peralatan Nabi
Selanjutnya ada satu ruangan khusus berisi layar tiga dimensi yang memuat 3000 peralatan Rasulullah seperti bentuk tongkat beliau, berdasarkan hasil penelitian yang akurat, ukurannya setengah dari ukuran tombak. Berbentuk runcing di bagian bawah.
Saat ditancapkan di tanah tongkat tersebut berguna sebagai tempat centelan pakaian Nabi. Ada juga sisir yang panjangnya selengan, terbuat dari perpaduan metal dan kayu. Ada alat masak, ada Al khuff atau sepatu Nabi dan lain sebagainya.
Selanjutnya ada layar berisi 200 statemen Rasullah tentang siapa dirinya. Kemudian layar tentang 300 hak terhadap Rasulullah dan lain sebagainya.
Kemudian kami tiba di ruangan yang tidak kalah menarik, yaitu miniatur Ka’bah dan lingkungan sekitarnya pada zaman Nabi. Ada bentuk dan letak posisi rumah Rasulullah, rumah Abu Bakar, rumah Umar Bin Khattab, rumah Abu Sufyan, tempat Darul Arqam, maupun Bukit Shafa dan Bukit Marwah.
Di zaman Nabi, orang melakukan sa’i antara shafa dan Marwah melewati rumah-rumah penduduk Mekah yang ada di jalur Shafa dan Marwah. Adapun Royal Clock Tower di samping Masjid Al Haram saat ini, dulunya adalah Gunung Khalifah.
Ada pula miniatur Kota Madinah di zaman Nabi. Ada bentuk dan letak Babussalam, bilik-bilik kamar istri-istri Nabi, rumah Abu Ayub Al Ansari, rumah Abdurrahman bin Auf, rumah Abdullah bin Mas’ud, rumah para Khalifatur Rasyidin dan lain sebagainya.
Ternyata, berdasarkan keterangan yang disampaikan Sidqi, Kota Madinah di zaman Nabi, di masa kini seluruhnya menjadi komplek Masjid Nabawi yang ditandai dengan pagar besi setinggi 4 meter yang mengelilingi Masjid Nabi itu.
Sesi terakhir kami berdelapan menikmati film 3 dimensi tentang peristiwa penting yang dialami Nabi Muhammad SAW dari lahir hingga hijrah ke Kota Madinah.
Setelah selesai mengikuti perjalanan di museum yang memakan waktu selama satu jam, PWMU.CO bertanya kepada suami istri asal Serawak Malaysia yang kami sudah saling kenalan sebelumnya, tentang kesan mereka mengunjungi museum itu. sang suami yang bernama Saifrol Naimullah (46) menyatakan sangat puas, keingintahuannya tentang tentang Nabi SAW terpenuhi lewat museum itu. “Harga masuk museum, sebanding dengan kepuasan yang didapatkan,” tambahnya.
Adapun sang istri, Nur Mazlina (43) menyatakan dirinya merasa sebak (bahasa Malaysia) atau bahasa Indonesianya terharu, sedih mau menangis melihat perjalanan Rasulullah Muhammad SAW. Melalui museum ini, dia merasa menjadi lebih mengenal pribadi Rasul SAW. (*)
Subhanallah! Di Museum Ini Kita seperti Hidup bersama Rasulullah SAW; Editor Mohammad Nurfatoni