Pesantren Muhammadiyah Berkemajuan, Ajarkan Ini; Liputan Dadang Prabowo, kontributor PWMU.CO Kota Pasuruan.
PWMU.CO – Kalau pesantren Muhammadiyah ingin maju, maka ajarkan filsafat. Hal tersebut disampaikan oleh Prof Dr Amin Abdullah MA dalam Seminar Nasional Pra Muktamar di Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Sabtu (6/8/22).
Pada acara bertema Pesantren Muhammadiyah Berkemajuan dan Tantangan Masa Depan itu, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini mengingatkan tentang urgensi filsafat dalam pemikiran Islam, baik klasik dan modern.
Apalagi di Muhammadiyah, lanjutnya, ada jargon agama dan sains. Keduanya tidak akan ketemu, kalau tidak ada filsafat yang menghubungkannya. Baginya, filsafat ibarat rem bagi dua kutub agama dan sains.
“Kalau tidak ada filsafat maka akan blong (tidak terkendali), antara kutub agama dan sains,” ujarnya.
Lebih lanjut, di hadapan para mudir pesantren Muhammadiyah, Amin Abdullah menjelaskan hubungan ketiganya bagaikan segitiga yang tidak terpisahkan. Dan hal tersebut, sambungnya sudah dibicarakan oleh para ulama sejak zaman Islam klasik.
Pembaharuan Metode Memahami Agama
Di dalam agama sendiri, kata Amin, ketika memahami persoalan, tidak cukup hanya mengandalkan pendekatan teks (bayani), tetapi harus menggunakan pendekatan burhani(akal) dan irfani (hati nurani).
Dan terkait jargon kembali kepada al-Quran dan Sunnah yang diusung oleh Muhammadiyah, Amin mengatakan faktanya memang seperti itu. Umat Islam harus menjadikan keduanya pedoman hidup. Tapi lagi-lagi, umat Islam harus kritis dalam melihat dan menilai tafsir-tafsir ulama, ustadz, dan pemuka agama yang menunjukkan realitas masa lalu dan masa kini.
“Ketika ada masalah yang terjadi saat ini, maka tidak serta merta mencocokkannya dengan pemikiran masa lalu, tapi harus dikritisi. Kalau tidak, maka akan mabniyun ‘ala sukun(mandek),” terangnya.
Seperti undang-undang tentang kekerasan seksual, ungkapnya, adalah fenomena baru dalam agama. Begitu juga diskriminasi berbasis gender. Pada hari ini, menurut Amin, fikihnya sudah berbeda dengan fikih masa klasik.
“Jadi yang diperlukan di pesantren Muhammadiyah sekarang ini adalah attajdid al manhaji(pembaharuan metode memahami al-Quran dan hadits, dan lain sebagainya) bukan al-Qur’an dan haditsnya,” ujarnya.
Baca sambungan di halaman 2: Pikiran Berlapis Melihat Fenomena