Muhammadiyah dan Salafi Itu Berbeda, 5 Hal Ini Penyebabnya; Liputan Ubaidillah Alif Alwan, kontributor PWMU.CO Tulungagung.
PWMU.CO – Perbedaaan antara Muhammadiyah dengan salafi disampaikan oleh Dr H Ali Trigiyatno SAg MAg dalam Pengajian Ahad Pagi yang diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Tulungagung di Masjid Al Fattah, Ahad (7/8/2022).
Penulis buku Titik Pisah Fikih Salafi-Muhammadiyah itu mengemukakan menyampaikan lima perbedaan mendasar. Pertama, secara sumber dan dasar sama yakni menggunakan al-Quran dan as-Sunnah.
Hanya menurut Ali Trigiyatno dalam pemahaman ada perbedaan yang cukup mencolok. Salafi cenderung menggunakan pandangan dari ulama salaf (terdahulu) sedangkan Muhammadiyah menggunakan pendekatan secara komprehensif integral sehingga hasilnya akan muncul pemahaman secara berbeda.
Namun sebenarnya perbedaan fikih itu hal yang biasa, bukan sesuatu yang luar biasa. Dan tidak perlu disesali jika ada perbedaan karena tabiat fikih itu beragam dan tidak bisa seragam.
“Karena jika seragam namanya syariat. Sehingga jika kita bilang syariat itu satu sedangkan fikih itu beragam,” kata Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Batang, Jawa Tengah itu.
Dia mencontohkan shalat Subuh hukumnya wajib. Itu termasuk syariat. Namun shalat Subuh ada yang menggunakan qunut ada yang tidak. Dan itu adalah fikih. Perbedaan fikih ini, menurutnya, bahkan sudaj ada pada zaman Nabi SAW dan sahabat.
“Cuma pada zaman itu bisa langsung menanyakan kepada Nabi SAW jika ada perbedaan dan bisa mendapatkan jawaban langsung,” kata Ali Trigiyatno.
Dia menjelaskan, Nabi SAW juga bijak menyikapi perbedaan dalam setiap kejadian. Contoh kasusnya ketika ada dua sahabat Nabi berpergian. Saat masuk waktu shalat keduanya hendak mengambil air wudhu. Tapi tidak menemukan air.
Akhirnya sahabat tersebut melakukan tayamum dan setelah itu melaksanakan shalat. Usai shalat keduanya melanjutkan perjalanan. Ketika di tengah perjalanan itu, keduanya menemukan air.
Maka terjadilah perbedaan pendapat di antara kedua sahabat tersebut. Sahabat pertama memilih untuk mengambil wudhu karena telah menemukan air dan mengulang shalatnya. Sedangkan sahabat kedua tidak mengambil air wudhu karena meyakini bahwa dengan tayamum sudah cukup dan tidak perlu mengulang shalat kembali.
Setelah itu mereka pulang dan menemui Nabi untuk menanyakan kejadain tersebut. Nabi SAW pun memberikan jawaban yang bijak, enak, dan sejuk. Nabi mengomentari, sahabat pertama yang tidak mengulang wudhu dan shalat mendapatkan satu pahala. Sedankan sahabat yang mengulang wudhu dan shalat mendapat dua pahala dua.
Ali Trigiyatno mengatakan, tidak ada yang disalahkan oleh Nabi SAW dalam perbedaan tersebut. Bahkan Nabi SAW memberikan jawaban dengan kalimat yang enak didengar dan sejuk, sehingga tidak ada yang sakit hati. Dan kedua sahabat itu pun menerima dengan lapang dada.
Baca sambungan di halaman 3: Jangan Saling Menyalahkan