Batik Ecoprint, Berbahan Dasar Murah Berharga Mahal; Liputan kontributor PWMU.CO Kota Pasuruan: Dadang Prabowo, M. Abyan Royyan, dan Kaylani Diarya Firdaus,
PWMU.CO – Santri Sekolah Pesantren Entrepreneur Al-Maun Muhammadiyah (SPEAM) Kota Pasuruan, Jawa Timur, membuat batik ecoprint. Batik ini harganya mahal, meskipun terbuat dari bahan-bahan murah dan mudah didapat. Sebab, proses pembuatan yang lama dan membutuhkan kerja ekstra.
Ecoprint menurut Nur Hidayah, instruktur entrepreneur SPEAM, adalah teknik memberi pola dan media dengan menggunakan bahan dari alam, seperti: daun, bunga, dan akar tumbuhan.
Bu Nur—sapaan akrabnya—menyampaikan bahwa kegiatan ecoprint yang dilakukan santri SPEAM kali ini masih dalam taraf latihan.
“Meskipun baru latihan, para santri sudah bisa menghasilkan kain ecoprint bernilai mahal,” ujarnya, Rabu (10/8/22).
Sebelum para santri memulai praktik, mereka mendapatkan pengetahuan tentang ecoprint yang disampaikan di kelas oleh instruktur. Setelah itu para santri dibagi ke dalam beberapa kelompok untuk memudahkan proses pengerjaan dan memastikan bahwa setiap santri bisa praktik.
Dua Teknik
Teknik pembuatan kain ecoprint yang banyak diterapkan ada dua: pounding dan steam. Pounding yaitu teknik pembuatan motif pada kain dengan cara dipukul. Teknik poundingdilakukan dengan meletakkan beberapa bunga, daun, atau akar di atas kain, kemudian memukulnya dengan palu atau sejenisnya.
Yang kedua teknik steam. Sesuai dengan namanya steam berarti mengukus, yaitu dengan mengukus kain yang sudah ditempeli daun dan membungkusnya dengan plastik.
Teknik kedua ini yang kemudian dipraktikkan oleh para santri. Mereka mempraktikannya di area Pesantren SPEAM dengan peralatan yang sudah mereka persiapkan sebelumnya bersama instruktur.
Langkah pertama, para santri mengumpulkan daun-daun dan bunga yang ada di area pondok, kemudian mereka cuci dengan cuka untuk menghilangkan debu-debu yang menempel pada dedaunan.
Setelah itu daun yang sudah bersih tersebut ditempelkan di atas kain yang sudah direndam selama sepekan dengan larutan yang terdiri dari tawas, tunjung dan kapur tohor (nama kimia: kalsium oksida).
Selanjutnya kain yang ditempeli daun dan bunga tersebut digulung dan dibungkus dengan plastik hitam. Gulungan tersebut kemudian diikat dengan tali rafia seperti bungkusan lontong, dan dikukus selama dua jam.
Selepas proses pengukusan usai, bungkusan tersebut dibuka kemudian terlihatlah jiplakan daun-daun yang seratnya sudah keluar di atas kain. Untuk selanjutnya, terang Nur, kain-kain tersebut akan diangin-anginkan selama satu pekan.
“Meskipun kelihatannya sederhana dan mudah karena bahan-bahannya bisa didapatkan di sekitar kita, nilai jual dari kain ecoprint ini sendiri sangat tinggi,” ungkapnya.
“Proses pembuatanya yang lama dan tenaga yang dibutuhkan juga ekstra, yang menjadikannya mahal. Satu meter kain ecoprint bisa dijual dengan harga ratusan ribu, berbeda dengan kain motif biasa yang bisa dibeli dengan harga puluhan ribu permeternya,” ujarnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni