Budaya Inklusi dan Tantangannya bagi Guru; Liputan Heni Dwi Utami, kontributor PWMU.CO Sidoarjo.
PWMU.CO – SD Muhammadiyah 1 dan 2 Taman (SD Mumtaz) Sidaorjo, Jawa Timur, menghelat Workshop Budaya Inklusi di Aula Gedung 1 SD Mumtaz, Kamis-Sabtu (11-13/8/2022).
Kegiatan yang diikuti oleh guru dan karyawan SD Mumtaz ini bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur.
Kepala Dispendik Kabupaten Sidoarjo Dr Tirto Adi MPd menyampaikan rasa terima kasihpada SD Mumtaz karena sudah membantu pemerintah, berjalan berdampingan,menyelenggarakan pelayanan pendidikan untuk anak-anak inklusi.
Menurutnya, semua anak manusia diciptakan memiliki potensi yang berbeda. Dan sekolah yang saat ini menjadi tumpuan utama pendidikan harus mampu menggali potensi setiap anak, termasuk juga untuk peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK).
“Oleh karena itu kegiatan Workshop Budaya Inklusi di SD Mumtaz ini sangat tepat dilakukan,” ujarnya.
Dia menjelaskan, jumlah anak PDBK makin banyak. Dan mereka mempunya hak belajar yang sama dengan anak reguler. Maka semua guru dan tenaga pendidik harus dibekali ilmu yang tepat bagaimana menangani anak reguler dan bagaimana menangani anak ABK hingga mampu mengembangkan potensinya.
Kepala Sekolah SD Mumtaz 2, Fatchul Mubarok SThi MPd, menyampaikan di SD Mumtaz sudah ada 40 PDBK yang mengikuti pembelajaran bersama dengan siswa reguler.
Ke-40 siswa ini memiliki jenis inklusi yang yang berbeda-beda. Ada yang autisme, hiperaktif, tuna netra, speech delay, reterdasi mental, disleksia, bordeline, ADHD, intellectual disability, dan tuna rungu. Sebagai sekolah multitalenta dan sekolah inklusi, SD Mumtaz juga berusaha mengembangkan bakat dan minat PDBK secara maksimal.
“Guna memberi pembelajaran yang tebaik pada anak-anak inklusi ditengah anak reguler, dan agar budaya positif di SD Mumtaz semakin kuat, maka kami selalu meng-upgradekompetensi para guru dan karyawan. Termasuk dalam kegiatan Workshop Budaya Inklusi ini,” jelasnya.
Baca sambungan di halaman 2: Budaya Inklusi