Hukum Jimat dan Pengobatan Alternatif dalam Islam; Kajian oleh Dr Aji Damanuri, Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah. Kabupaten Tulungagung; Dosen IAIN Ponorogo.
PWMU.CO – Terlepas dari viralnya fenomena perdukunan yang dibongkar oleh Pesulap Merah, sebenarnya profesi dukun telah ada sejak lama. Ada banyak varian dukun, tetapi secara umum hanya ada dua jenis yaitu dukun lahiriah dan dukun batiniah.
Dukun lahiriah biasanya menangani keluhan terkait dengan jasmani. Maka tidak heran kita kenal dengan dukun bayi, dukun pijat, dukun sangkal putung, dan lain-lain. Adapun dukun batiniah biasanya menangani masalah-masalah runani, seperti penglaris dagangan, lancar jodoh dengan pelet, dukun santet, ilmu kebal dan lain sebagainya.
Selain melakukan ritual kusus, biasanya kategori dukun terakhir ini juga memberikan jimat yang dipercayai memberikan manfaat bagi pemakainya. Namun dalam dunia modern ada juga beberapa benda yang dipakai dan dianggap membawa efek positif bagi penggunanya, seperti kalung, gelang, cincin dan produk medis lainnya.
Lalu bagaimana kita tahu hal tersebut dibenarkan oleh agama atau dilarang? Masalah jimat ini pernah dinahas dalam rublik tanya jawab Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan akan saya uraikan dalam artikel pendek ini.
Jenis-Jenis Jimat
Jimat atau dalam bahasa Arab disebut dengan tamimah—bentuk jamaknya adalah tama’im—yaitu sesuatu yang digantungkan di leher atau pada selainnya berupa mantra-mantra, kantong berjahit, rajah atau tulang dan yang lainya, dengan tujuan untuk mendatangkan manfaat atau untuk menolak madharat.
Semakna dengan definisi di atas, tamimah adalah sesuatu yang dikalungkan di leher anak-anak sebagai penangkal penyakit ‘ain (penyakit karena pandangan mata orang lain yang dengki), dan terkadang juga dikalungkan pada orang-orang dewasa termasuk para wanita.
Dengan kata lain Jimat adalah suatu benda yang dianggap mengandung kesaktian (dapat menolak penyakit, menyebabkan kebal dan sebagainya).
عَنْ أَبِي بَشِيْرٍ الأَنْصَارِىِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ كَانَ مَعَ النَّبِيِّ صَلِّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى بَعْضِ أَسْفَارِهِ فَأَرْسَلَ رَسُوْلًا أَنْ لَا يَبْقَيَنَّ فِي رَقَبَةِ بَعِيْرٍ قِلاَدَةٌ مِنْ وَتَرٍ أَوْقِلَادَةٌ إِلَّا قُطِعَتْ [متفق عليه]
Diriwayatkan dari Abu Basyir al-Anshari ra, bahwa dia pernah bersama Rasulallah saw dalam satu perjalanan beliau. Lalu beliau mengutus seorang utusan (untuk mengumumkan): “Supaya tidak terdapat lagi di leher unta kalung (jimat) dari tali busur panah atau kalung apapun, kecuali harus diputuskan.” (Muttafaq alaih).
Tamimah ada dua macam, yaitu tamimah yang diambil dari al-Qur’an dan tamimah yang diambil selain dari al-Qur’an.
Pertama, Tamimah yang diambil dari al-Qur’an. Yaitu menulis ayat-ayat al-Qur’an atau asma’dan sifat Allah kemudian dikalungkan di leher untuk memohon kesembuhan dengan perantaranya.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum mengalungkan tamimah jenis ini, akan tetapi pendapat yang benar adalah diharamkan. Hal ini didasarkan pada tiga hal:
- Keumuman larangan Nabi SAW serta tidak ada dalil yang mengkhususkannya
- Untuk tindakan prefentif (saddu adz-dzari’ah), karena hal itu menyebabkan dikalungkannya sesuatu yang tidak dibolehkan
- Bahwasannya jika ia mengalungkan sesuatu dari ayat al-Qur’an, maka hal itu menyebabkan pemakaiannya menghinakan, misalnya dengan membawanya untuk buang hajat, istinja’, atau yang lainnya.
Adapun menggantungkan tulisan ayat al-Qur’an, asma’ dan sifat Allah untuk tujuan perhiasan atau agar untuk dibaca ketika melihatnya, misalkan di dinding rumah, di pintu, atau di kendaraan, maka hal itu diperbolehkan.
Kedua, tamimah yang diambil selain dari al-Qur’an. Yaitu mengalungkan atau meletakkan jimat atau mantra di leher atau di tempat yang lain, dengan meyakini bahwa jimat atau mantra tersebut dapat memberikan manfaat atau menolak madharat.
Bentuk-bentuk jimat atau mantra tersebut di antaranya; kantong berjahit, tulang, benang, rumah kerang, batu akik, mantra-mantra, atau ayat-ayat al-Qur’an yang sudah dibolak-balik sehingga maknanya tidak jelas, dan bentuk- bentuk lain yang serupa fungsinya.
Tamimah jenis kedua ini juga diharamkan dan termasuk syirik karena menggantungkan kepada selain Allah. Hal ini berdasarkan dalil-dalil dari nash, di antaranya adalah:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (an-Nisa’: 48)
Baca sambungan di halaman 2: Larangan Menggunakan Jimat