Hukum Pengobatan Alternatif
Sementara itu, dalam hal pengobatan dengan memanfaatkan benda-benda berteknologi yang dilahirkan dari sebuah sains dan diakui dalam dunia medis bukan termasuk kategori jimat.
Namun harus tetap menata hati bahwa yang mendatangkan madharat dan manfaat hanya Allah semata. Nabi Muhammad SAW menyampaikan beberapa cara pengobatan yang bersifat alami, yaitu lewat mulut seperti minum madu (konteks kekinian bisa berujud pil dan kapsul), berbekam dengan mengeluarkan darah (konteks kekinian bisa berujud operasi), menempelkan besi panas pada bagian yang sakit (konteks kekinian bisa berujud penyinaran).
Semua bentuk pengobatan ini dianjurkan dalam Islam dan diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Adapun mengenai pengobatan dengan menggunakan kalung tertentu dapat dikategorikan sebagai bentuk pengobatan dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam dunia kedokteran, pengobatan dengan menggunakan media tertentu (termasuk kalung terapis) termasuk dalam kategori pengobatan alternatif.
Pengobatan alternatif merupakan bentuk pelayanan pengobatan yang menggunakan cara, alat, atau bahan yang tidak termasuk dalam standar pengobatan kedokteran modern (pelayanan kedokteran standar) dan digunakan sebagai alternatif atau pelengkap pengobatan kedokteran modern.
Mengenai manfaat atau khasiat serta mekanisme dari pengobatan alternatif biasanya masih dalam taraf diperdebatkan. Untuk mengangkat pamor pengobatan alternatif, biasanya digunakan testimoni (pengakuan) dari pemakai yang berhasil sembuh dari penyakitnya.
Menurut Tarjih
Majelis Tarjih dan Tajdid telah mengeluarkan keputusan tentang hukum pengobatan alternatif ini, yakni pada Musyawarah Nasional Tarjih Ke-26 di Padang Sumatera Barat tahun 2003.
Dalam putusan itu disebutkan bahwa pengobatan alternatif dapat diterima apabila tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pengobatan dalam ajaran Islam dan praktik yang diamalkan Nabi SAW, yang intinya tertuang dalam syarat-syarat berikut:
- Syarat pengobat / pelaku pengobatan:
- Memiliki pengetahuan dan keahlian;
- Berakhlak mulia dan tidak merusak atau membahayakan akidah;
- Obat/alat pengobatan:
- bukan barang haram atau bertentangan dengan syariah;
- tidak mengandung unsur membahayakan;
- Cara / tehnik pengobatan:
- Tidak mengandung syirik, bid’ah dan khurafat;
- Tidak berbahaya ataupun membahayakan;
- Tidak menggunakan unsur jin atau makhluk halus lainnya.
Adapun beberapa dalil al-Qur’an dan as-Sunnah yang digunakan sebagai rujukan tentang anjuran menjaga kesehatan dan pengobatan, di antaranya adalah sebagai berikut:
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
“Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku.” (al-Syu’ara: 80).
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلاَ تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ. (رواه أبو داود)
“Diriwayatkan dari Ab¬u ad-Darda’, ia berkata: Rasulullah saw telah bersabda: Sesungguhnya Allah mwenurunkan penyakit dan obatnya, dan memberikan obat untuk tiap-tiap penyakit. Oleh karena itu berobatlah kamu, tetapi jangan berobat dengan yang haram.” (HR. Abu¬ Dawud).
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَطَبَّبَ وَلَمْ يُعْلَمْ مِنْهُ طِبٌّ قَبْلَ ذَلِكَ فَهُوَ ضَامِنٌ. (رواه النسائي وأبو داود وابن ماجه)
Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Amr Ibn Syu‘aib, dari ayahnya (Syu‘aib), dari kakeknya (Abu Muhammad), ia berkata: Rasulullah saw telah bersabda: Barangsiapa melakukan pengobatan padahal sebelumnya ia tidak dikenal ahli dalam pengobatan, maka ia bertanggung gugat.” (HR an-Nasa’i, Abu Dawud dan Ibn Majah).
عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى الْمَازِنِيِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ. (رواه مالك و ابن ماجه وأحمد)
Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Amr Ibnu Yahya al-Mazini, dari ayahnya (Yahya), bahwa Rasulullah saw bersabda: Tidak ada bahaya (kerusakan) dan membalas bahaya (kerusakan).” (HR Malik, Ibnu Majah, dan Ahmad)
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ اْلأَشْجَعِيِّ قَالَ كُنَّا نَرْقِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللهِ كَيْفَ تَرَى فِي ذَلِكَ فَقَالَ اعْرِضُوا عَلَيَّ رُقَاكُمْ لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ. (رواه مسلم)
Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Auf bin Malik al-Asyja’iy, ia berkata: Di masa Jahiliah kami biasa menggunakan rukiah (pengobatan), maka kamipun bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang hal itu, kemudian (Nabi saw) menjawab: Tunjukkanlah kepadaku rukiah kalian, tidak apa-apa menggunakan rukiah selama tidak ada unsur syirik di dalamnya.” (HR Muslim)
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa semua wasilah non-syar’iyah yang mengarah pada kemusyrikan dilarang, (keyakinan bahwa ada selain Allah bisa mendatangkan madharat dan manfaat).
Sedangkan pengobatan dengan menggunakan wasilah medis atau alternatif pada dasarnya tidak dilarang, selama tidak menganggapnya sebagai jimat atau yang menyerupai dengannya dan tidak menyalahi syarat-syarat yang telah kami kemukakan.
Hanya saja, yang perlu diperhatikan adalah bahwa pada umumnya dalam pengobatan alternatif tidak memberitahukan tentang efek samping yang ditimbulkan dari pemakaiannya.
Untuk itu, jika ingin menggunakan salah satu produk pengobatan alternatif hendaknya berhati-hati dan mempelajari lebih dahulu secara cermat tentang manfaat dan efek sampingnya. Di luar konteks jimat dan kemusyrikan, maka informasi dan investigasi terhadap pengobatan harus dilakukan supaya aman dan membawa pada kebaikan. (*)
Viral Dukun Vs Pesulap Merah, Begini Hukum Jimat dan Pengobatan Alternatif dalam Islam; Editor Mohammad Nurfatoni