Jenis Esai Lainnya
Kata Anita, ada pula ahli yang membagi esai menjadi beberapa jenis lainnya. Seperti F Rahadi dalam bukunya yang membagi esai menjadi enam jenis.
Pertama, esai deskriptif. “Bisa mendeskripsikan sesuatu yang unik. Kalau lebih tinggi lagi, mendeskripsikan sebuah kebijakan dan implementasinya,” contohnya.
Kedua, esai tajuk, biasanya di koran atau majalah. “Berisi pandangan redaksi media terhadap sebuah isu. Maka dari itu ada pandangan, kalau kita ingin melihat kebijakan redaksi sebuah media, lihat tajuk rencananya (kalau di Kompas) atau ada catatan redaksi,” ujarnya. Meski biasanya ditulis satu ornag, tapi pandangan itu mewakili pendapat semua redaksi.
Ketiga, esai cukilan watak, berisi pengalaman pribadi atau kehidupan. “Disebut cukilan watak karena pembaca dapat memahami watak melalui cuplikan narasi yang disuguhkan penulis. Penulis memilah pengalaman atau cuplikan yang paling penting untuk ditulis,” jelasnya.
Keempat, esai pribadi, menceritakan diri sendiri. Yakni penulis menjelaskan identitas dirinya serta pengalaman menarik apa saja yang dialami semasa hidup. “Esai ini mirip autobiografi, tapi dalam bentuk yang lebih singkat, padat, dan jelas,” ungkapnya.
Kelima, esai reflektif. “Penulis mengungkap perenungan yang ditulis dengan formal dan serius. Biasanya topik yang dibahas berat, tentang kebijakan publik, pemikiran akademisi atau cendekiawan, atau perenungan masalah kemanusiaan,” paparnya.
Misalnya, esai reflektif tentang keterbelahan pemilu di 2019. “Apa refleksi ke depan? Bagaimana agar di pemilu 2024, polarisasi di pemilu 2019 itu tidak terjadi,” tuturnya.
Keenam, esai kritik. Yakni tanggapan atau komentar yang disampaikan dengan gaya penulis. “Bisa kritik terhadap fenomena sosial, kebijakan pemerintah, perilaku elit, dan sebagainya,” ujarnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni