PWMU.CO – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2010 dan 2010-2015 Prof Dr Din Syamsuddin MA mengingatkan agar Muhammadiyah tetap menjadi gerakan tengahan (moderat). Din menegaskan hal itu dalam Seminar Pra Tanwir Muhammadiyah, di Auditorium BAU UMM, Rabu (22/2).
(Berita terkait: Din Syamsuddin tentang Kitab Suci yang Terkesan Mendua dan Munculnya Perbedaan Paham Keagamaan)
“Dunia sekarang sudah menghadapi dialetika global. Dan Indonesia terakhir ini telah terbelah karena yang muncul di permukaan adalah diskursus atau dialektika dua kelompok.”
Oleh karena itu, kata Din, perlu kelompok tengahan, atau yang disebut moderat. “Islam sudah dari kelahirannya tampil dengan watak tengahan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa Islam itu sintesa dari Yahudi dan Nasrani. Yahudi yang menekankan keadilan dan Nasrani yang sangat menekankan kasih sayang. Islam menggabungkan keduanya sebagai dienul rahmah wa salamah,” jelas Din.
(Baca juga: Din Syamsuddin: Monopoli yang Mendominasi dan Mendikte adalah Akar Ketidakadilan yang Bahayakan Keseimbangan Nasional)
Selain itu, dari setting geografis saja, Islam muncul di Jazirah Arab di antara dua negara super power Romawi dan Persia, yang perang berkepanjangan. “Jadi watak asli umat Islam itu ummatan wasatan (umat tengahan),” tutur Din sambil mengutip Surat Albaqarah 143, “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat wasatan (tengahan) dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu …”
Menurut Din, umat tengahan itu lebih dari sekadar moderat, karena dalam bahasa Inggris moderat berkonotasi terbatas. Dalam istilah di pesantren, kata dia, sering disebut ungkapan khairul umur ausatuha, yakni sebaik-baik urusan adalah yang tengahan. Sedangkan dalam istilah Imam Ghazali umatan wastan berarti ‘berekonomis di dalam berkeyakinan dan beragama’.
Sebagai kelompok tengahan, maka Muhammadiyah diminta Din untuk mengedepankan pendekatan dialogis. (Uzlifah)