Proyek Terorisme
Abdul Aziz SR mengatakan, salah satu wujud teroris(me) di Indonesia adalah terorisme buatan atau terorisme proyek. Terorisme jenis ini tidak memiliki ukuran dan karakteristik yang jelas soal seseorang atau sekelompok orang disebut teroris. Ukuran dan definisinya tergantung negara (aparat keamanan). Ia menjadi bisnis di bidang keamanan dan membutuhkan (sekaligus menghasilkan) anggaran yang sangat besar.
Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki sudah lama mendapat stigma sebagai sarang (dan “pabrik”) teroris. Pemimpin Pesantren Ngruki Abubakar Ba’asyir menjadi objek penderita dari stigma tersebut. Ba’asyir melawan tapi tak berdaya. Ia pun harus membayarnya dengan mendekam dalam penjara bertahun-tahun.
“Kini Ba’asyir telah bebas. Menariknya, belum lama ini dia pun bicara Pancasila. Ustadz sepuh ini dengan tegas mengatakan bahwa Pancasila itu mengandung nilai-nilai tauhid. Menurutnya, para ulama ketika itu tidak mungkin menerima Pancasila jika tidak sejalan dengan Islam,” kata mantan Direktur Eksekutif Centre for Public Policy Studies (CPPS) Surabaya.
Lebih lanjut Aziz mengatakan, bisa jadi penegasan Ba’ashir itu dipahami oleh pemerintah bahwa Pondok Al-Mukmin Ngruki bukan (lagi) sarang teroris. Pesantren itu bukan penyebar radikalisme. Buktinya ia mengakui Pancasila.
Mungkin karena itu, pemerintah mengirimkan menterinya untuk kegiatan Agustusan di sana. “Tidak tanggung-tanggung, yang dikirim Menko PMK Muhadjir Effendy, yang juga dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah dan pakar Ilmu Sosial,” katanya mengunci percakapan. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni