PWMU.CO – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2010 dan 2010-2015 Prof Din Syamsuddin mengingatkan tentang potensi lahirnya perang dunia ketiga. Kekhawatiran itu didasari oleh semakin menguatnya nasionalisme ekstrem yang banyak dianut negara-negara di dunia saat ini.
Din mengatakan itu saat menjadi Keynote Speaker dalam Seminar Pra Tanwir Muhammadiyah di Auditorium BAU UMM, Rabu (22/2).
(Berita terkait: Din Syamsuddin: Sebagai Kelompok Tengahan, Muhammadiyah Harus Konsisten Lakukan Pendekatan Dialogis)
“Sekarang ini perang ideologi dan juga budaya semakin dimungkinkan, oleh satu situasi yang mendorong munculnya egoisme atau individualisme,” kata Din. Individualisme itu, menurutnya, bisa berdasarkan agama yang disebut sektarianisnik, maupun berdasarkan etnisitas dan nasionalitas.
“Nasionalisme yang kaku dan ekstrem tampil dalam bentuk ultra. Ada ultra-nasionalisme, ada ultra-tradisionalisme, ada ultra-modernisme. Ada satu kecenderungan sekarang ini memunculkan watak yang absolut yang muncul bentuk ultra-ultra itu,” ungkap Din.
(Berita terkait: Din Syamsuddin tentang Kitab Suci yang Terkesan Mendua dan Munculnya Perbedaan Paham Keagamaan)
Karena itu, kata Din, diproyeksikan, figur-figur atau politisi yang bisa mengemas isu tentang utranasioalisme ini bisa tampil. “Seperti Trump di Amerika, di Perancis, di Jerman, di Belanda dan di negara-negara lainnya.”
Fenomena itu melahirkan kecenderungan global akan tampilnya suatu absolutisme. Menurutnya, hal itu terjadi antara lain karena globalisasi menjanjikan sesuatu hal– yang sebenarnya menjadi watak manusia–yaitu liberalisme atau kebebasan. “Apalagi demokrasi itu sejatinya juga menampilkan kebebasan, adanya political liberty, kebebasan politik,” tuturnya.
(Baca juga: Din Syamsuddin Pertanyakan Keadilan Sosial: Masak 1 Persen Orang Kuasai 50 Persen Aset Nasional?)
Mengutip seorang profesor filsafat dalam sebuah forum di Abu Dhabi yang pernah dia ikuti, Din mengatakan, globalisasi pada mulanya direkayasa untuk kepentingan midlle powers, terutama pascaperang dingin. “Itu tak terlepas dari perkembangan dunia pascaperang dingin, yang membawa seolah-olah kecenderungan politik dan bidang ekonomi mendesakkan kapitalisme. Dalam bidang politik mendesakkan demokrasi liberal dan sebagainya,” tegasnya.
Akibatnya, kata Din, negara-negara maju cenderung menampilkan diri sebagai kekuatan dunia tunggal dan pendekatannya pun bersifat unilateral. “Seperti invasi Amerika ke Irak dan lain sebagainya, tanpa harus meminta ijin dari lembaga internasional PBB dan sebagainya.”
(Baca juga: Din Syamsuddin: Kasus Ahok Hanya Puncak Gunung Es, Masalah di Bawahnya Jauh Lebih Besar)
Tapi yang tidak mereka duga, lanjut Din, ternyata rekayasa seperti itu justru memunculkan individualisme, baik dalam regionalisme kawasan maupun agama. “Ternyata globalisasi itu telah melahirkan kebangkitan Asia Timur (terutama China) dan kebangkitan Islam. Sekarang mereka baru kecele,” ungkap Din.
Kenyataan seperti ini, papar Din, justru membuat mereka keberatan sehingga negara-negara itu menjadi sangat fundamentalis, yang ultranasionalis. “Ini yang akan membawa perang. Mungkin dalam bentuk perang ketiga. Perang dunia ketiga. Tidak hanya militer, politik, ekonomi di dalamnya, juga budaya,” kata Din khawatir. (Uzlifah)