Dua Biola Memerdekakan Bangsa oleh Andi Hariyadi, Sekretaris Tim Penulisan Sejarah Muhammadiyah Surabaya.
PWMU.CO– Tak banyak orang tahu tentang biola KH Ahmad Dahlan. Kisahnya jarang diungkap. Baru tahu Kiai Dahlan bisa main biola diceritakan dalam adegan film Sang Pencerah.
Suatu saat Kiai Dahlan ditanya muridnya. ”Yang disebut agama itu sebenarnya apa, Kiai?”
Kiai Dahlan tak langsung menjawab. Tapi mengambil biola. Kemudian menggesek alat musik itu. Memainkan nada sebuah irama yang lembut. Para santrinya mendengarkan dengan takjub.
Lantas Kiai Dahlan bertanya, ”Apa yang kalian rasakan setelah mendengar musik tadi?”
Ada santri menjawab merasakan keindahan. Santri lain berujar seperti merasa mimpi. Lainnya lagi mengatakan, merasa semua persoalan mendadak hilang. Terasa Tenteram. Damai.
Kiai Dahlan lalu menerangkan,”Nah, itulah agama.”
”Orang beragama adalah orang yang merasakan keindahan, rasa tentram, damai karena hakikat agama itu seperti musik. Indah dan damai. Mengayomi dan menyelimuti.”
Setelah itu Kiai Dahlan meminta santrinya menggesek biola sebisanya. Keluar nada menderit tak enak didengar.
Kiai Dahlan mengatakan,”Begitu juga agama. Jika kita tak mempelajarinya dengan baik maka agama hanya akan membuat diri sendiri dan lingkungan terganggu.”
Menginspirasi
Lewat biolanya Kiai Dahlan bisa menjelaskan secara gamblang makna agama kepada santrinya. Tak perlu kalimat berbusa-busa untuk mengkhotbahkan agama. Biola itu telah menjadi alat dakwah di tangannya.
KH Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta pada 1 Agustus 1868 dan meninggal pada 23 Februari 1923. Usia 15 tahun sudah naik haji atas biaya Kraton Yogyakarta. Ayahnya KH Abubakar menjabat Khatib Amin di Hoofd Penghulu Kraton dan imam Masjid Gede. Umur 28 tahun dia naik haji kedua kalinya.
Sebagai santri muda Kauman, pergaulannya luas. Berteman dengan orang-orang pergerakan Budi Utomo. Dari pergaulan ini Kiai Dahlan dibantu mendirikan Muhammadiyah pada tahun 1912.
Lewat Persyarikatan Muhammadiyah, Kiai Dahlan mencerdaskan kehidupan bangsa lewat pembangunan pendidikan, kesehatan, dan pemeliharaan anak telantar. Dia berkeliling ke kota-kota. Madiun, Ponorogo, Surabaya, Malang, Lumajang, hingga Banyuwangi.
Berdiskusi dengan HOS Tjokroaminoto, Mas Mansur, dan tokoh pergerakan lainnya. Di masa kunjungannya ke Surabaya itu, Kiai Dahlan telah memberi inspirasi kepada Sukarno muda, siswa Hoogere Burger School, tentang ajaran agama yang gampang dipahami dan dipraktikkan. Kiai Dahlan memilih berjuang tanpa senjata dan peluru. Tapi lewat kecerdasan pikiran dan akhlak.
Biola WS Soepratman
Kalau biola WS Soepratman sangat populer kisahnya. Gesekan biolanya menjadi sangat terkenal saat berlangsung acara pertemuan pemuda tahun 1928. Dengan biolanya dia menyanyikan lagu Indonesia Raya. Lagu yang berbahaya di zaman pemerintah kolonial penjajah.
Permainan biolanya menyanyikan lagu itu menjadi berita koran-koran zaman itu. Sungguh dahsyat. Irama gesekan dawai biola WR Soepratman menggetarkan kalbu dan membangkitkan semangat pemuda untuk berjuang. Menyadarkan tentang kemerdekaan, membawa angin perubahan.
WR Soepratman usianya terpaut 35 tahun dengan Kiai Dahlan. Lahir di Jatinegara Jakarta pada 9 Maret 1903. Meninggal di Surabaya pada 17 Agustus 1938. Meskipun dua tokoh ini belum pernah bertemu tapi senandung gesekan biola keduanya seperti menyatukan jalinan semangat perjuangan.
Tahun 1923 sewaktu KH Ahmad Dahlan wafat, pada tahun 1924 WR Soepratman tiba di Surabaya setelah hidup di Makassar bersama kakaknya. Dia bermain musik, menjadi wartawan, dan bergaul dengan orang pergerakan hingga dia pindah ke Jakarta terlibat dalam peristiwa bersejarah itu.
Sayangnya, dua tokoh ini sama-sama mati muda. Tak sempat menyaksikan kemerdekaan. Kiai Dahlan wafat di usia 55 tahun karena sakit. Dimakamkan di Karangkajen Yogya. Sementara WR Soepratman meninggal di usia 35 tahun, pada 17 Agustus 1938 di Surabaya. Juga karena sakit. Tanpa anak dan istri. Dimakamkan di Tambak Segaran, Rangkah. Makamnya sekarang diberi hiasan biola.
Dua biola Kiai Dahlan dan WR Soepratman seolah sekarang masih terasa getarannya. Gesekan dawai Kiai Dahlan telah membangkitkan ribuan Amal Usaha Muhammadiyah tersebar di pelosok negeri.
Sedangkan gesekan biola WR Soepratman terus terdengar ketika menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Menggugah semangat juang meski hidup sendiri, sepi.
Editor Sugeng Purwanto