KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari Leluasa
KH Ahmad Dahlan (1868-1923), seorang Pahlawan Nasional. Dia leluasa berdakwah termasuk ke Raja. Bahwa, suatu saat, ada masalah di Yogyakarta. Di sebuah tahun, acara Grebeg Keraton Yogyakarta menurut hitungan tahun Jawa jatuh satu hari sesudah Hari Raya menurut hisab.
Atas hal itu, KH Ahmad Dahlan—yang seorang khatib di Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta—meminta menghadap Raja Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. Tujuannya, untuk menyampaikan usulan tentang perlunya memajukan acara Grebeg tersebut, agar sama dengan tradisi tahun-tahun sebelumnya.
Singkat kisah, di tengah malam, dengan diantar Kanjeng Kiai Penghulu, Ahmad Dahlan diterima sang Raja. Beliau diterima di sebuah ruangan, tanpa diterangi lampu. Sang Raja, dengan seksama lalu mendengarkan penjelasan atas apa yang menjadi gagasan Ahmad Dahlan.
Setelah Ahmad Dahlan selesai menguraikan gagasannya, Sang Raja lalu berkata bahwa acara Grebeg tetap dilaksanakan sesuai tradisi Jawa dan Ahmad Dahlan dipersilakan menyelenggarakan shalat Hari Raya sehari lebih dahulu sesuai dengan Islam.
Sesaat setelah Sang Raja selesai memutuskan hal penting itu, lampu di ruangan tempat mereka berbicara, lalu dinyalakan. Ahmad Dahlan terkejut, karena ternyata sedari tadi Sang Raja didampingi para pangeran dan pejabat kerajaan lainnya.
Melihat gelagat bahwa Ahmad Dahlan terkejut dengan situasi yang tak diduganya itu, Sang Raja lalu menjelaskan. Dikatakan oleh beliau, bahwa pemadaman lampu sengaja dilakukan agar Ahmad Dahlan-sang tamu-tidak merasa kikuk ketika menyampaikan pandangannya kepada raja. Masalah berakhir indah.
Sekarang, kita perhatikan sosok KH Hasyim Asy’ari (1871-1947), seorang Pahlawan Nasional. Dia leluasa berdakwah, termasuk bersikap tegas di masa penjajahan.
Ketokohan Hasyim Asy’ari di kalangan masyarakat bukan saja sangat sentral tetapi juga menjadi teladan utama seorang pemimpin. Selain mengembangkan Islam melalui lembaga pesantren dan organisasi sosial-keagamaan, KH Hasyim Asy’ari pun aktif mengorganisasi perjuangan politik melawan penjajah. Untuk menggerakkan massa, dalam upaya menentang dominasi politik Belanda, dia mengemukakan fatwa politik keagamaan.
Menurut KH Hasyim Asy’ari, umat Islam haram berkompromi dan menerima bantuan apapun dari Belanda. Bahkan, perjuangan menentang Belanda adalah jihad, perang suci. Selain itu dia pun melarang kaum muslimin Indonesia menumpang kapal Belanda dalam melakukan perjalanan ibadah hajinya (Ensiklopedi Islam Indonesia, 1992: h. 310).
Alhasil, dengan sikapnya, KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari telah menunjukkan bahwa diri mereka adalah manusia merdeka. Merdeka, karena mereka leluasa berpendapat dan bersikap.
Baca sambungan di halaman 3: Abdul Karim Amrullah Bebas dari Perhambaan