Budaya Meremahkan Perempuan
Namun demikian, Prof Zuhro juga menuturkan budaya cenderung meremehkan perempuan.
“Tafsir budaya selalu agak meremehkan perempuan, tapi kita juga harus instrospeksi, jangan-jangan itu karena kita bawel banget, cerewet banget, dan sebagainya yang membuat orang lain meremehkan kita,” terangnya.
Untuk itu menurut Zuhro, perempuan hendaknya mulai mengedepankan budaya iqra’ yakni membaca, meningkatkan kualitas intelektual.
“Untuk perempuan tertentu ngerumpi itu udah nggak ada lagi karena mereka udah sibuk dengan iqra’. Mereka sadar bahwa pendidikan nomer 1, nomer 2 kesehatan,” ujarnya.
Sehingga ia menilai organisasi perempuan, Aisyiyah misalnya, sudah harus punya strategi baru, tidak hanya pendidikan dan kesehatan.
“Tapi kita ingin ada perempuan dan Persyarikatan yang mahir memimpin dari tingkat bawah sampai atas, karena jumlahnya belum imbang, kita belum diwakili dengan imbang,” tuturnya.
Prof Zuhro menyayangkan sampai saat ini perempuan yang punya kesadaran dan kemampuan terjun di dunia politik masih sangat sedikit.
“Perempuan yang jadi kepala daerah, sebagian besar karena dinasti politik. Iya kan? Nah kita harus putus mata rantai itu,” ungkapnya.
Lantas bagaimana partai politik semestinya pola rekrutmen yang bagus?
“Jadi harusnya mereka parpol yang minta ke ormas perempuan, ke kampus, minta perempuan menjadi kadernya, tapi itu tidak terjadi,” ungkapnya.
Padahal, menurutnya capaian perempuan di kursi legislatif belum maksimal. “Dari kuota 30 persen masih sekitar 20 persen, Rendahnya keterwakilan perempuan menjadi indikator rendahnya perempuan di parpol,” ungkapnya.
Prof Zuhro mengungkapkan tantangan perempuan dalam berpolitik sangat besar.
“Budaya di Indonesia masih sangat kental asal patrialkalnya. Seleksi dilakukan oleh laki-laki. Belum lagi kurangnya media dalam membangun pentingnya perempuan dalam politik,” terangnya.
Oleh karena itu menurutnya untuk mencapai keterwakilan perempuan salah satunya adalah perlunya jejaring.
“Yang menambah ilmu kita adalah kita mau serawung, tanpa tersekat apapun,” tuturnya.
Ia mengungkapkan demikian karena selama ini lebih banyak bekerja dengan laki-laki, bahkan sering menjadi satu-satunya perempuan di beberapa kesempatan.
Dalam kesempatan ini ia pun mengungkapkan bahwa perempuan adalah manusia yang tangguh.
“Kaum perempuan itu berjibaku nya berlipat-lipat dan tidak gampang berkeluh kesah, dan tidak boleh cengeng,” tandasnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni