Menulis kok kayak Ngisi Formulir, Kreatif dong!; Kolom bahasa oleh Mohammad Nurfatoni, Pemimpin Redaksi PWMU.CO
PWMU.CO – Menulis pada dasarnya adalah kerja kreatif. Meminjam KBBI Daring, kreatif adalah kata sifat (adjektiv) yang memiliki dua makna.
Pertama memiliki daya cipta; memiliki kemampuan untuk menciptakan. Kedua, bersifat (mengandung) daya cipta.Contoh: pekerjaan yang kreatif menghendaki kecerdasan dan imajinasi.
Tapi ada tulisan yang tidak kreatif—karena tidak mengandung daya cipta. Tulisan jenis copas (copy paste) alias njiplak plek, sudah tentu tak perlu diperdebatkan di sini karena merupakan plagiasi 100 persen.
Ada jenis tulisan, yang sepintas terlihat sebagai daya cipta, tetapi sejatinya bukan karya kreatif. Apa itu? Saya menyebutkan: tulisan template. Sebagai redaktur PWMU.CO yang sudah bekerja enam tahun lebih sejak Maret 2016, saya sering menjumpai kiriman naskah semacam itu.
Dalam tulisan ini ada unsur copas, tetapi tidak 100 persen. Yang dicopas adalah struktur tulisan dan kalimat pengantar. Sedangkan yang tidak dicopas adalah datanya. Seperti contoh berikut ini:
Bertindak sebagai pembina upacara Drs *** MPd. Sedangkan petugas upacara adalah para siswi kelas VI ***, dengan pemimpin upacara ***, siswa ****.
Bertindak sebagai pembina upacara Kepala ***. Sedangkan petugas upacara adalah para guru ***, dengan pemimpin upacara ***, guru ***.
Alinea pertama adalah berita yang muncul kali pertama. Sedangkan alinea kedua adalah naskah template yang saya maksud, yang dikirim belakangan (sesudah berita pertama).
Sebenarnya bukan hanya satu aliena itu yang di-template, tetapi keseluruhan naskah, dari awal hingga akhir. Sebagai redaktur dua naskah tersebut, saya hafal betul kalau naskah yang kedua adalah naskah template. Datanya saja yang membedakannya.
Kejadian seperti ini bukan sekali dua kali. Namun sudah beberapa kali. Dan andaikan naksah kedua itu dikirim ke redaktur yang berbeda, lain ceritanya. Pasti akan lolos apabila redaktur tersebut tidak membaca berita pertama yang saya edit. Apalagi naskah template itu sudah enak dibaca karena meniru naskah pertama yang telah diedit.
Apa bermasalah? Iya menurut saya. Pertama, berita template itu tidak kreatif. Tak ada daya cipta. Seperti formulir, ia tinggal mengisi data-data. Maka tulisan seperti ini boleh juga disebut berita ala formulir. Tulisan minus kreativitas seperti ini tidak layak hidup di abad ke-21—yang dicirikan, salah satunya, adanya kreativitas.
Kedua, berita template tidak menarik, karena pembaca seolah sudah pernah membacanya. Jika berita template dari naskah kedua itu lolos diterbitkan, maka pembaca seperti mengalami dejavu.
“Kok saya seperti pernah membaca berita ini ya? Tapi ini baru terbit ya!” Ungkapan seperti itu yang mungkin akan muncul di benak pembaca, dikarenakan memori dia pernah membaca berita pertama, meskipun dengan data yang berbeda. Persis yang saya alami saat membaca naskah template. Saya dejavu meski akhirnya sadar membaca naskah template.
Baca sambungan di halaman 2: Lead Template