Tipu Daya Setan
Oleh karena itu, apa yang ditanyakan, bahwa ada ruh-ruh yang bergentayangan itu adalah tipu daya setan. Ketika ruh akan dibangkitkan dari alam barzakh (alam kubur) ke alam akhirat, ruh itu dikembalikan ke jasad yang baru yang diciptakan untuk alam akhirat. Begitu juga kaitannya dengan jin, bahwa jin itu makhluk yang dapat menjelma atau mengubah fisiknya menyerupai bentuk manusia atau makhluk-makhluk yang lain.
Setan yang berasal dari Jin, ingin menyebarkan tipu daya dan keraguan pada keimanan manusia, maka salah satu caranya adalah dengan menjelma menyerupai seseorang yang telah meninggal. Akibat dari penjelmaan tersebut, orang-orang yang melihat menganggap dan berkeyakinan bahwa yang mereka lihat adalah ruh dari orang yang mereka kenal sebelumnya. Oleh karena itu, apa yang dikatakan oleh kaum awam tentang adanya ruh gentayangan dan menjadi hantu tidaklah benar menurut ajaran Islam.
Adapun mengenai kemungkinan adanya komunikasi antara manusia yang masih hidup dengan orang yang sudah meninggal juga tidak benar, sampai para Nabi dan wali yang telah meninggal sekalipun, tidak bisa berkomunikasi dengan manusia yang masih hidup. Memang ada firman Allah:
وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ أَمْوَاتاً بَلْ أَحْيَاء عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
Artinya: “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.” (Ali Imran: 169)
Demikian juga hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dalam kitabnya, Hayat al-Anbiya fi Quburihim, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلْأَنْبِيَاءُ أَحْيَاءٌ فِيْ قُبُوْرِهِمْ يُصَلُّوْنَ
“Para Nabi itu hidup di dalam kubur mereka senantiasa dalam keadaan shalat.” (HR al-Baihaqi)
Namun demikian, maksud ayat dan hadis di atas adalah menjelaskan tentang adanya bentuk kehidupan yang dialami para syuhada dan para Nabi setelah mereka meninggal. Kehidupan yang dimaksud adalah kehidupan secara khusus yang tidak dapat diketahui hakikatnya kecuali oleh Allah SWT. Dan mengenai hadits di atas, setelah diteliti dan ditelusuri sumber haditsnya, kami menemukan ada rawi yang dinilai bermasalah yaitu Hasan bin Qutaibah dan Husain bin ‘Arafah yang mengakibatkan kedhaifan kualitas hadits di atas.
Setelah mengetahui tentang konsep alam dunia, alam barzakh, dan alam akhirat, bagaimana posisi ruh, jangan sampai membuat kita terhegemoni oleh kontruksi sosial budaya dan media tentang hantu. Pemahaman dan keyakinan yang benar akan membuat kita semakin yakin bahwa keberadaan hantu adalah produk budaya sebagai wujud ketakutan dalam diri seseorang. Karenanya semua hal bisa menjadi hantu bagi seseorang yang dikuasai oleh alam mistis yang menakutkan.
Dengan kata lain hantu bisa dibikin dan ditaklukkan. Sementara keimanan pada yang ghaib mestinya membuat kita semakin takut kepada Allah dengan meningkatkan ketaatan, bukan takut kepada hantu produk budaya. Ketaatan dan keimanan yang kuat tidak akan bisa diperdaya oleh tipu daya setan. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni