PWMU.CO– Demokrasi di Indonesia Krisis disampaikan oleh Thomas Power, dosen Universitas Flinders, Australia, dalam diskusi bedah buku virtual Universitas Muhammadiyah Surabaya, Jumat (26/8/2022).
Diskusi berpusat di Gedung G-Inspire UM Surabaya juga menghadirkan Laode M. Syarif, Direktur Eksekutif Kemitraan Partnership dan Bivitri Susanti, akademisi Fakultas Hukum Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Jakarta. Peserta diskusi seluruh dekan universitas di Surabaya dan kelompok masyarakat sipil.
Narasumber Thomas Power sekaligus penulis buku yang dibedah berjudul Demokrasi di Indonesia: Dari Stagnansi ke Regresi.
Thomas Power menjelaskan, buku yang ditulis dirancang untuk menilai demokrasi di Indonesia serta menjawab pertanyaan apakah demokrasi di Indonesia mengalami krisis? Secara tegas dia menjawab iya.
Menurut Thomas Power, ada beberapa faktor yang mendorong regresi demokrasi di Indonesia yakni kelemahan struktural dalam proses konsolidasi demokrasi yang meliputi tiga hal.
”Yaitu ketimpangan ekonomi yang ekstrem/oligarki, maraknya korupsi, kolusi, nepotisme yang terlembaga, dan kendali politik atas lembaga hukum dan keamanan,” ujarnya.
Faktor pendorong lain yang membuat regresi demokrasi, sambung dia, adalah polarisasi dan politik identitas, penyebaran berita bohong, dukungan dan kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi.
Sementara Laode M. Syarif menerangkan, kualitas partai politik sangat rentan akibat kekuatan ekonomi yang berkonsentrasi pada kelompok elite-elite tertentu yang menguasai ekonomi dan partai politik.
”Berdasarkan data Corruption Persepsion Index (CPI) tahun 2019 demokrasi di Indonesia mengalami penurunan di angka 38 karena kualitas penegakan hukum dan korupsi di sektor partai politik,” ujarnya.
Agenda Anti Korupsi
Satria Unggul Wicaksana, Ketua Pusat Studi Anti-Korupsi dan Demokrasi (PUSAD) UM Surabaya mengatakan, bedah buku ini bagian agenda Road to Anti-Corruption Summit-5. Kolaborasi UM Surabaya dan KPK RI dalam mewujudkan tata kelola perguruan tinggi yang baik dan antisipasi korupsi di sektor politik.
Menurut Satria, membaca dan membedah buku ini menjawab akar persoalan kemunduran demokrasi di negara ini.
”RUU KUHP, revisi Undang-undang KPK, dan berbagai macam praktik ugal-ugalan demokrasi kita semakin menandakan bahwa penting adanya refleksi dan konsolidasi gerakan masyarakat sipil,” tutur Satria.
Ia berharap kedepan pembahasan demokrasi di Indonesia akan terus digalakkan mengingat tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan dan dalam beberapa waktu kedepan akan ada kontestasi partai politik maupun aktor politik.
Road to Anti-Corruption Summit-5 (ACS-5) merupakan kegiatan kolaboratif antara UM Surabaya yang bekerja sama dengan kemitraan melalui program USAID Integritas.
Selain bedah buku, Road to ACS juga produksi podcast, webinar diskusi publik menyemarakkan agenda Anti Corruption Summit yang puncaknya akan dilaksanakan pada tahun 2023 mendatang.
Penulis Radius Setiyawan Editor Sugeng Purwanto