PWMU.CO– Negara runtuh ditandai dengan adanya kelompok yang ingin menguasai ekonomi dan politik sendiri dengan meminggirkan kelompok lain.
Demikian dikatakan Prof Dr M. Din Syamsuddin, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah dan MUI pada pembukaan Kongres Umat Islam Sumatera Utara Lapangan Wisma Haji Medan, Jumat (26/8/2022).
Pembukaan kongres dihadiri ribuan jamaah yang memadati lapangan. Kongresnya sendiri diikuti 300 ulama, zuama, dan cendekiawan muslim dari berbagai daerah di Sumatera Utara.
Ikut hadir Ketua DPD Lanyalla Mattaliti, Gubernur Sumatera Utara Edi Ramayadi, mantan Ketua MPR RI Amien Rais, dan sejumlah tokoh nasional lainnya.
”Kalau ada kelompok yang ingin menguasai ekonomi dan politik sendiri dengan meminggirkan kelompok lain, jika itu terjadi maka itulah awal dari runtuhnya negara bangsa yang bermotto bhineka tunggal ika,” tegas Din Syamsuddin.
Pada saat yang sama itu, sambung Din, umat Islam perlu bangkit menolak perlakuan tidak adil dalam kehidupan bersama.
”Hal ini meniscayakan adanya pemimpin Indonesia yang mengamalkan prinsip kepemimpinan hikmah dalam Pancasila, yaitu kepemimpinan yang arif bijaksana yang berada di atas dan untuk semua golongan,” tandasnya.
Dia mengatakan, negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah hasil jerih payah para ulama dan zuama yang telah menjadi syuhada. Mereka mengorbankan jiwa dan raga serta harta demi tegaknya Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
Perjuangan kemerdekaan Indonesia telah dimulai tiga setengah abad sebelumnya melalui jihad para ulama dari berbagai daerah di nusantara. Bahkan Negara Pancasila tidak terlepas dari kerelaan 73 sultan Islam dari Aceh hingga Ternate-Tidore.
”Mereka rela menyerahkan kekuasaannya demi tegaknya negara bangsa yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945,” katanya.
Jashijau
Masih di seputar kemerdekaan, lanjut guru besar pemikiran politik Islam UIN Jakarta ini, dasar negara Pancasila yang ada sekarang ini tidak terlepas dari kerelaan para tokoh Islam antara lain Ki Bagus Hadikusumo dari Muhammadiyah dan KH Wahid Hasyim dari Nahdhatul Ulama untuk mengganti sila pertama pada Piagam Jakarta yang telah disepakati dalam rapat PPKI.
”Sila pertama Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya diubah menjadi menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa,” ujarnya.
Kedua rumusan ini menegaskan, kata Din, bahwa negara Pancasila adalah negara yang berketuhanan. Hal ini diperkuat oleh pasal 29 ayat 1 UUD 1945 bahwa Negara berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu, tandas mantan Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini, jangan ada yang ingin menyapih negara Pancasila dari agama khususnya Islam. Apalagi menghilangkan jejak Islam dari negara Pancasila.
”Seperti kata Bung Karno, Jasmerah. Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Pada saat yang sama perlu diserukan Jashijau yakni jangan sekali-kali hapus jasa ulama.
Din Syamsuddin menyampaikan, walaupun jasa umat Islam besar dalam penegakan negara Pancasila, umat Islam tidak perlu menuntut hak untuk diistimewakan dalam kehidupan kebangsaan. Tapi kalau ada kelompok yang ingin menguasai ekonomi dan politik sendiri dengan meminggirkan kelompok lain saatnya umat Islam bangkit. Negara runtuh kalau dibiarkan.
Editor Sugeng Purwanto