Empat Pendapat
Menanggapi hadits-hadits tersebut para ulama berbeda pendapat:
- As-Safarini berpendapat bahwa penggunaan sutrah dalam shalat adalah sunnah, sebagaimana disepakati para ulama.
- Imam Malik berpendapat wajib berdasarkan hadis-hadis di atas.
- Abu Ubaidah berpendapat: bahwa makmum tidak wajib menggunakan sutrah, karena sutrah dalam shalat jama’ah sudah ditanggung oleh imam. Maka setiap makmum sutrahnya adalah orang yang ada di depannya, tetapi makmum yang berada di shaf paling depan harus mencegah orang lewat di depannya. Pendapat ini berdasarkan hadis dari Ibni ‘Abbas:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ جِئْتُ أَنَا وَالفَضْلُ عَلَى أَتَانٍ وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَةَ، فَمَرَرْنَا عَلَى بَعْضِ الصَّفِّ فَنَزَلْنَا وَتَرَكْنَاهَا تَرْتَعُ وَدَخَلْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الصَّلاَةِ فَلَمْ يَقُلْ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas: Saya datang bersama al-Fadl naik keledai, sedang Rasulullah saw berada di ‘Arafat. Kemudian kami melewati sebagian shaf, lalu kami turun, dan kami tinggalkan keledai itu bersenang-senang (makan rumput). Dan kami bersama Rasulullah saw masuk dalam shalat, beliau tidak mengucapkan kata-kata sedikitpun.” (HR. Muslim, No. 504) - Ibnu Abdil Bar berpendapat: hadits yang diriwayatkan Ibnu ‘Abbas tersebut mentakhshish hadits yang diriwayatkan Abu Sa’id yang berbunyi: “Apabila seseorang di antaramu shalat, maka janganlah membiarkan seseorang lewat di depannya.” Hadis ini ditakhsish dengan shalat imam dan shalat munfarid (sendirian). Maka bagi makmum, tidak mengapa apabila ada orang lewat di depannya.
Sajadah Termasuk Sutrah
Pemaknaan setan pada hadits di atas adalah pengganggu shalat yang secara teknis bisa dari manusia atau hewan. Hal ini mungkin terjadi pengingat kontruksi masjid pada masa nabi hanyalah tanah yang dipagari bebatuan dengan atap daun kurma.
Sementara pengetahuan masyarakat tentang shalat masih dalam proses pembelajaran. Makanya kadang ada beberapa prilaku orang badui yang masih belum memahami ajaran agama dengan baik. Begitu pula tradisi perdagangan bangsa arab yang sering bepergian bersama khafilah dan hewan ternak membuat mereka sering sholat di perjalanan, pada padang rumput atau area terbuka. Hal demikian sangat membutuhkan sutrah supaya supaya aman dari gangguan dan diketahui oleh orang lain bahwa mereka sedang shalat.
Dari penjelasan tersebut, kami berpendapat bahwa sutrah disunnahkan bagi imam saja dan bagi orang yang shalat munfarid. Sutrah berfungsi sebagai penanda batas shalat. Namun bentuk sutrah tentu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi. Sependek pengetahuan kita, tidak ada keterangan bahwa bentuk sutrah adalah papan yang diberi tulisan dan diletakkan secara berdiri di depan orang yang sedang sholat.
Penggunaan sutrah pada masa kini, baik bagi imam maupun bagi makmum di masjid-masjid sudah dipasang kain sajadah yang dapat dijadikan sebagai sutrah. Apa lagi karpet masjid yang memang dirancang selebar batas shalat sudah cukup sebagai sutrah.
Maka tidak perlu lagi memasang sutrah secara khusus, apa lagi jika membahayakan orang berjalan atau dibaca pada saat shalat baik tulisan sutrah maupun hadisnya, apa lagi ada gambarnya. Pemasangan sutrah secara kusus dapat dilakukan ketika keadaan, situasi dan kondisi memang memerlukan tanda kusus.
Editor Mohammad Nurfatoni