Dakwah Digital Minimalis Imbangi Konten Tidak Senonoh; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni
PWMU.CO – Mana buktinya kalau LDK pernah mengadakan kegiatan di Horison? Demikian pertanyaan retorik yang Ketua Tim Divisi IT Lembaga Dakwah Khusus (LDK) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Achmad Nur Muhaimin SUd lontarkan di hadapan peserta Bimbingan Teknis Dai Komunitas Regional V.
Untuk itulah, katanya, para peserta perlu membuat berita, flyer, video, dan beragam wujud konten dakwah digital lainnya. Muhaimin—sapaannya—menekankan pentingnya mengikuti perkembangan dunia digital dalam berdakwah.
Kemudian dia mengingatkan, “Di luar sana, perkembangan dunia digital sudah sangat pesat!”
Menurutnya, kalau ada istilah out of the box, dakwah digital ini bukan out of the box lagi. “Tapi sudah without the box (tak ada batasan)!” tegasnya di Hotel Horison Ahad (28/8/22) pagi.
Tak Kenal Usia
Muhaimin juga mengungkap, konten dakwah di dunia maya tidak kenal usia. Muhaimin mengakui generasi muda kini lebih akrab dengan gadget, tapi bukan berarti generasi yang lebih tua melarang atau menghindari penggunaannya.
“Kalau punya anak atau cucu, jangan dilarang memegang gadget tapi dampingi, jangan ditinggal. Tanya, lagi lihat apa, Nak?” tuturnya.
Dia juga mengimbau, peserta jangan hanya punya media sosial Facebook atau Instagram. “Kalau bisa kita kuasai semuanya!” ajaknya.
Dia menyadari, “Kalau yang usia 40 tahun ke atas insyaallah masih sangat akrab dengan Facebook.” Kemudian dia menanyakan, “Ada nggak yang pakai Twitter?” Melihat jumlah peserta yang angkat tangan, dia menyimpulkan ada pengguna Twitter di antara mereka meski jarang.
“(Pakai) TikTok?” tanya Muhaimin lagi. Kali ini lebih sedikit peserta yang angkat tangan. Muhaimin pun menyimpulkan, “Lho yang muda-muda saja (yang pakai TikTok).”
Kemudian dia mengingatkan, jangan sampai ada peserta yang mengatakan, “Wis gak onoktiktokan, dosa tok, zina tok, mudharat tok!”
Dengan mereka melarang, lanjutnya, anak semakin melawan. “Mereka penasaran kenapa gak boleh,” ujarnya. Jadi menurutnya, mereka harusnya lebih mendekatkan diri ke aplikasi yang banyak anak-anak pakai dengan gaya mereka.
Muhaimin mengatakan, mereka juga perlu bersyukur sudah ada konten kreatif di TikTok yang meyiarkan dakwah dengan gaya mereka. Misal, menyajikan visualisasi gambar dengan bubuhan bahasa tulis (caption) agar lebih mengena.
“Kita rekaman suara kita sendiri jadi gak perlu rekam wajah kita. Kita bisa manfaatkan video sekitar, pemandangan. Ini untuk yang nggak pede dengan tampilan face-nya. Kalau pede ya langsung saja taruh tripod, pasang HP-nya!” jelasnya.
Kemudian, dia juga menyarankan mereka membuat konten dakwah minimalis tapi mengena. “Kalau kita lihat durasi 40 menit dengan 1 menit, lebih suka mana? Cukup 1 menit, singkat, gak perlu bertele-tele!” tuturnya. Dengan istikamah membuat konten begitu, lanjutnya, mereka bisa menyeimbangi hal negatif yang beredar di luar sana.
Baca sambungan di halaman 2: Imbangi dengan Konten Dakwah