Jas HIjau
Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Pondok Labu, Jakarta Selatan itu lalu menjelaskan, terkait kearifan dari tokoh-tokoh Islam termasuk ketua Muhammadiyah waktu itu yakni Ki Bagus Hadi Kusumo, katanya juga KH Wahid Hasyim memberikan satu saran, bahwa tujuh kata itu diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Ini adalah kebesaran hati tokoh-tokoh Islam. Maka Bung Karno sering mengatakan Jas Merah, jangan sesekali melupakan sejarah,” ungkapnya. Prof Din juga menyatakan kesetujuaanya terhadap sebuah akronim yang bukan darinya, yaitu Jas Hijau, jangan sesekali hilangkan jasa ulama.
Di akhir kajian Prof Din Syamsudin mempertegas kalau posisi umat Islam terpinggirkan, yang rugi bukan umat Islam. “Kalau posisi umat Islam terpinggirkan di republik ini, yang rugi bukan umat Islam tapi Indonesia akan rugi. Tentu jasa besar umat Islam ini tidak kita jadikan tuntutan, agar kita umat Islam ini dianakemaskan di republik ini,” tegasnya, seperti dilaporkan kontributor PWMU.CO.
Terus Mengawal Pancasila
Prof Din Syamsudin juga menambahkan jangan mau umat Islam diperhadapkan dengan Pancasila, karena Islam adalah agama yang paling dekat dengan Pancasila. Jangan sampai Pancasila diselewengkan, karena banyak yang teriak-teriak kami Pancasila, tetapi mereka tidak mengamalkan Pancasila, kami Bhinneka Tunggal Ika, padahal mereka tidak Berbhinneka Tunggal Ika.
Lalu Prof Din memberikan contoh, untuk melihat sistem ekonomi. Jika dikaitkan dengan sila ke lima, yakni Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, jauh panggang dari api. “Masa segelintir orang menguasai diatas 60 persen aset nasional, empat orang kaya harganya sama dengan seratus juta rakyat miskin,” tanyanya retorik.
Terakhir, Din Syamsudin berpesan untuk senantiasa mengawal Pancasila. “Memajukan bangsa Indonesia termasuk juga mengawal Pancasila, jangan sampai diselewengkan, dikuasai, dan dimonopoli, baru setelah itu kita mencerahkan semesta ini,” pesannya. (*)
Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.