Beda Yahudi dengan Nasrani
Kendati umat Yahudi dan Nasrani dinilai sama-sama ekstrem, namun menurut Saad keekstreman mereka dalam keberagamaan berbeda.
“Kalau orang Nasrani itu menggunakan konsep al-ghuluw, melebih-lebihkan. Kalau Yahudi itu at-taqshir, memotong, memendekkan, mengurang-ngurangi,” jelasnya.
Saad mencontohkan, “Misalnya orang Nasrani yang al-ghuluw dalam konteks beragama itu tadi menjadikan Nabi Isa sebagai Tuhan. Padahal posisi yang sesungguhnya adalah sebagai nabi dan rasul. Semenatra orang Yahudi, tidak menganggap Nabi Isa sebagai nabi, bahkan mengangggap Nabi Isa lahir dari ibu yang telah zina, na’udzubillah,” terangnya.
Saad lantas memaparkan bahwa keberadaan wasath (sikap moderat) telah ditunjukkan oleh hadis Nabi:
وَعَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوْتِ أزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَسْأَلُوْنَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَلَمَّا أُخْبِرُوْا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوْهَا، وَقَالُوْا: أَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ وَقدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ. قَالَ أَحَدُهُمْ: أَمَّا أَنَا فَأُصَلِّيْ اللَّيْلَ أَبَداً، وَقَالَ الْآخَرُ: وَأَنَا أَصُوْمُ الدَّهْرَ أَبَداً وَلَا أُفْطِرُ، وَقَالَ الْآخَرُ: وَأَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلَا أَتَزَوَّجُ أَبَداً فَجَاءَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ، فَقَالَ: أَنْتُمُ الَّذِيْنَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا ؟ أَمَا وَاللهِ إِنِّيْ لَأَخْشَاكُمْ لِلهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّيْ أَصُوْمُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ
Dari Anas radhiyallahu anhu ia berkata, “Ada tiga orang mendatangi rumah istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bertanya tentang ibadah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu setelah mereka diberitahukan (tentang ibadah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam), mereka menganggap ibadah beliau itu sedikit sekali. Mereka berkata, ‘Kita ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam! Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah diberikan ampunan atas semua dosa-dosanya baik yang telah lewat maupun yang akan datang.”
Salah seorang dari mereka mengatakan, ‘Adapun saya, maka saya akan shalat malam selama-lamanya.’ Lalu orang yang lainnya menimpali, ‘Adapun saya, maka sungguh saya akan puasa terus-menerus tanpa berbuka.’ Kemudian yang lainnya lagi berkata, ‘Sedangkan saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan menikah selamanya.’
Kemudian, Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi mereka, seraya bersabda, ‘Benarkah kalian yang telah berkata begini dan begitu? Demi Allâh! Sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allâh dan paling takwa kepada-Nya di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku juga berbuka (tidak puasa), aku shalat (malam) dan aku juga tidur, dan aku juga menikahi wanita. Maka, barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.’
Diriwayatkan oleh al-Bukhâri (No. 5063); Muslim (No. 1401); Ahmad (III/241, 259, 285); An-Nasâ-i (VI/60); Al-Baihaqi (VII/77); Ibnu Hibbân (no. 14 dan 317-at-Ta’lîqâtul Hisân); al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 96).
“Muhammadiyah tentu dalam konteks ini tidak melebih-lebihkan juga tidak mengurang-ngurangi. Ini Muhammadiyah. Sehingga konteksnya ummatan wasathan tadi bukan dalam konteks Islam wasathiah tapi berislam yang wasathiah, beragama yang proporsional,” tandasnya. (*)