Hukum Memotong Jenggot Menurut Tarjih Muhammadiyah; Kajian oleh Dr Aji Damanuri, Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Tulungagung; Dosen IAIN Ponorogo.
PWMU.CO – Masalah jenggot menjadi pembahasan yang terus terjadi sepanjang masa. Bahkan para ulama juga berbeda pendapat dalam hal ini. Ulama yang berpendapat hukum memelihara jenggot wajib adalah Ibnu Rif’ah, Al-Halimi, Al-Qaffal Asy Syasyi, Al-Adzra’I, Az-Zarkasyi, Ibnu Hajar dalam Al-I’ab, Ibnu Ziyad, serta Al-Malibari.
Sedangkan ulama yang menyatakan bahwa mememilhara jenggot sunnah adalah Imam Ar-Rafi’i, Imam An-Nawawi, Imam Al-Ghazali, Syeikh Al-Islam Zakariyah Al-Anshari, Khatib Asy Syarbini, Ibnu Hajar dalaM At-Tuhfah, Ar-Ramli dalam An-Nihayah dan lainnya seperti Al-Bujairmi, Abu Bakr Satha Ad Dimyathi serta lainnya.
Lalu bagaimana dengan Muhammadiyah? Pada tanya jawab yang diasuh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menjelaskan tentang jenggot dengan menjelaskan beberapa dalil yang menjadi dasarnya.
Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah
Jenggot adalah rambut yang tumbuh menjulur ke bawah pada dagu dan pipi manusia serta lazimnya ini dimiliki oleh kaum lelaki. Di kalangan bangsa tertentu, seperti bangsa Arab dan India, memelihara jenggot hingga terurai panjang merupakan suatu tradisi yang menandakan kebanggaan, kemuliaan dan keperkasaan lelaki yang memeliharanya. Namun di kalangan bangsa lain, memelihara jenggot bukan menjadi suatu tradisi atau kelaziman.
Dalam Islam, terkait dengan masalah jenggot ini, Rasulullah SAW bersabda:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مِنْهَالٍ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ زَيْدٍ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: خَالِفُوْا اْلمُشْرِكِيْنَ، وَوَفِّرُوْا الِّلْحىٰ وَأَحِفُّوْا الشَّوَارِبَ . [رواه البخاري ومسلم]
“Telah menceritakan pada kami Muhammad ibn Minhal, telah menceritakan pada kami Yazid ibn Zurai‘, telah menceritakan pada kami Umar bin Muhammad bin Zaid dari Nafi’ (ajudan Ibnu Umar) dari Ibnu Umar dari Nabi saw yang bersabda: “Berbedalah kamu (jangan menyamai) dengan orang-orang musyrik, peliharalah jenggot, dan cukurlah kumis.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
أَخْبَرَنِي الْعَلاَءُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمٰنِ بْنِ يَعْقُوبَ ـ مَوْلَى الْحُرَقَةِ ـ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله : جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَىٰ. خَالِفُوا الْمَجُوسَ. [رواه مسلم]
“Telah mengkabarkan padaku Ala’ bin Abdirahman bin Yakub –ajudan al-Hurakah- dari ayahnya, dari Abu Hurairah berkata, bersabda Rasulullah: ‘Cukurlah kumis, peliharalah jenggot, berbedalah (jangan menyamai) orang-orang Majusi.’” (HR Muslim).
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ: عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ: قَصُّ الشَّارِبِ، وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ، وَالسِّوَاكُ، وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ، وَقَصُّ الأَظْفَارِ، وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ، وَنَتْفُ الإِبِطِ، وَحَلْقُ الْعَانَةِ، وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ. [رواه مسلم]
“Diriwayatkan dari Abdilah bin Zubair, diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Sepuluh hal yang termasuk fitrah: mencukur kumis, memanjangkan jenggot, bersiwak, istinsyaq (memasukkan air ke hidung), memotong kuku, mencuci sela-sela jari, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan dan menghemat air.” (HR Muslim)
Dari riwayat di atas dapat disimpulkan bahwa kita diperintahkan untuk memelihara jenggot dan mencukur kumis. Demikian diperintahkan oleh Rasul agar kita berbeda dan tidak menyamai orang-orang musyrik—termasuk Majusi, yaitu orang-orang yang menyembah api—di mana mereka suka dan biasa mencukur jenggot bahkan hingga habis.
Sabda Nabi SAW:
أَخْبَرَنَا حَسَّانُ بْنُ عَطِيِّةَ عَنِْ أَبِي مُنِيْبٍ الْجُرَشِيِّ عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ. [رواه أبو داود]
“Telah mengkabarkan pada kami Hassan bin Athiyah dari Abi Munib al-Jurasyi dari Ibnu Umar berkata, bersabda Rasulullah saw: “Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari (golongan) mereka.” (HR Abu Dawud)
Selain itu, perintah Rasulullah SAW ini banyak mengandung unsur pendidikan bagi kaum Muslim agar mereka mempunyai kepribadian tersendiri, baik lahir maupun batin dari kaum yang lain seperti kaum kafir-musyrik. Perbedaan secara lahir akan mewakili identitas suatu kaum, di mana dalam hal ini jenggot menjadi identitas atau ciri khas kaum Muslim. Apalagi banyak riwayat seputar hal ini dimasukkan oleh para ulama hadits dalam bab tersendiri, yaitu bab fitrah yang dimiliki oleh manusia. Mencukur jenggot sama halnya dengan menentang fitrah dan menyerupai perempuan. Seperti yang ditekankan di atas, bahwa jenggot menandakan kesempurnaan lelaki dan membedakannya dari jenis yang lain.
Namun, bukan berarti kita tidak boleh untuk mencukur dan merapikan rambut jenggot apabila sudah terurai panjang, terlihat tidak indah dan rapi, dan bahkan bisa menakutkan atau menjijikan siapa yang melihatnya. Oleh sebab itu jenggot yang demikian dibolehkan untuk dicukur atau dirapikan. Sebuah riwayat dari Imam at-Tirmidzi yang ia nilai gharib, di mana Nabi SAW pernah memangkas sebagian jenggotnya hingga terlihat rata dan rapi.
أَخْبَرَنَا عُمَرُ بْنُ هَارُونَ، عَنْ أُسَامَةَ بن زَيْدٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ: أَنَّ النَّبِيِّ كَانَ يَأْخُدُ مِنْ لِحْيَتِهِ مِنْ عَرْضِهَا وَطُولِهَا . [رواه الترمذي]
Artinya: “Telah mengkabarkan pada kami Umar bin Harun dari Usamah bin Zaid dari Amru bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, bahwasannya Nabi SAW memangkas sebagian jenggotnya hingga panjangnya sama.” (HR at-Tirmidzi)
Kesimpulan
Menanggapi masalah ini para ulama, baik mutaqaddimin (terdahulu) maupun muta’akhirin(belakangan) banyak yang berbeda pendapat. Ulama kalangan Hanafi dan Hanbali dengan tegas mengatakan bahwa haram hukumnya seseorang memotong jenggotnya hingga habis, bahkan ia dituntut membayar diyat (tebusan).
Sedang ulama Syafi’i dan Maliki mengatakan bahwa hukumnya sebatas makruh saja. Imam Nawawi yang mewakili mazhab Syafi’i mengatakan, mencukur, memotong, dan membakar jenggot adalah makruh. Sedangkan memangkas kelebihan dan merapikannya adalah perbuatan yang baik.
Membiarkannya panjang selama satu bulan adalah makruh, seperti makruhnya memotong dan mengguntingnya.” (Syarh Shahih Muslim: vol. 3: 151). Selanjutnya para ulama juga masih berselisih mengenai ukuran panjang jenggot yang harus dipotong, meski terdapat sebuah riwayat yang menceritakan bahwa Abu Hurairah dan Abdulah bin Umar biasa memangkas jenggot bila panjangnya sudah melebihi satu genggaman tangan. Namun, sebagian ulama tidak menetapkan panjang tertentu, akan tetapi cukup dipotong sepantasnya. Hasan al-Bashri, seorang tabi’in biasa memangkas dan mencukur jenggotnya, hingga terlihat pantas dan rapi.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa memangkas atau memotong sebagian jenggot hukumnya adalah mubah. Sedang mencukurnya hingga habis hukumnya adalah makruh, namun tidak sampai pada derajat haram. Adapun memeliharanya adalah sunnah. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni