Tiga Cara Manusia Mengimani Al-Quran; Liputan Mohamad Su’ud, kontributor PWMU.CO Lamongan.
PWMU.CO – Kajian tentang ahlul Qur’an dipaparkan oleh Dr Piet Hizbullah Khaidir MA dalam acara Ngaji Tafsir Al-Qur’an edisi perdana yang diinisiasi oleh Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Jatipayak Utara, Jumat (9/9/2022).
Sebanyak 70 jamaah memenuhi ruang utama Masjid Al-Mu’awwanah Dusun Bolong, Desa Jatipayak, Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Mereka menyimak penjelasan Ustadz Piet—begitu panggilan akrabnya.
Sebelum memulai pembahasan tafsir Al-Qur’an yang akan dimulai dari surat al-Fatihah, Piet lebih dulu memaparkan golongan yang termasuk ahlul Qur’an.
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an dan Sains Al-Ishlah Lamongan ini mengutip sebuah hadits:
“Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga di antara manusia. Para sahabat bertanya, “Siapakah mereka ya Rasulullah?” Rasul menjawab, “Para ahli Al Qur’an. Merekalah keluarga Allah dan hamba pilihan-Nya.” (HR Ahmad)
Lulusan S1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah tahun 1999 ini menjelaskan, yang dimaksud dengan ahlul Qur’an (keluarga al-Quran) bukan hanya mereka yang hafal, namun mereka yang mampu dan bertekad mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Tiga Cara Mengimani Al-Qur’an
Piet mengawali kajian dengan membacakan secara tartil al-Qur’an Surat Fathir 32:
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ۖ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan, dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.”
Menurut Piet, ada tiga perilaku manusia dalam mengimani al-Qur’an, yaitu: Pertama, dzalimul linafsihi, artinya menganiaya diri sendiri.
“Mereka sekadar mendengar dan mengetahui tapi tidak memiliki niat untuk mempraktikkan. Ibarat orang yang dihidangkan makanan di depan tapi tidak mau memakannya, padahal dalam kondisi lapar,” jelas lulusan Magister University of Leeds West Yorkshire, England tahun 2009 ini.
Piet menjelaskan kondisi golongan pertama ini tercermin pada sebagian umat Islam yang enggan terhadap ajaran Islam. Mereka apatis dengan syariat Islam. “Mereka yakin bahwa al-Qur’an itu benar, namun di sisi lain mereka tidak mau mengambil sebagai pedoman hidup,” tandas Ketua Umum DPP IMM periode 2001-2003.
Golongan kedua, sabiqun bil-khairi, yaitu cepat berbuat kebajikan. Kelompok ini termasuk hamba-hamba pilihan yang dicurahkan segala hidayah-Nya. “Mereka respon terhadap apa yang disampaikan dalam firman-Nya. Semisal Nabi Muhammad SAW dan para sahabat,” tandasnya.
Menurutnya golongan ini termasuk yang menerima secara kaffah ajaran al-Qur’an untuk keselamatan dunia dan akhirat.
Ketiga, golongan muqtashid (pertengahan). Golongan ini menerapkan al-Qur’an sesuai kebutuhan dan selera. “Kadang ditinggalkan, kadang diterapkan. Disesuaikan dengan kebutuhannya,” ungkap pria kelahiran Jember ini.
Piet mencontohkan, ada orang yang rajin shalat, namun enggan zakat. Ada orang yang rajin berpuasa, namun pelit dalam beramal.
Setelah menjelaskan ini, Piet melanjutkan dengan kajian tafsir dimulai dengan surat Al-Fatihah. Dalam pertemuan pertama selama 80 menit, dia menafsirkan ayat pertama al-Fatihah yaitu bismillahirrahmanirrahim.
Respon Peserta Pengajian
Sarjan, salah satu peserta pengajian mengungkapkan kesannya setelah mengikuti pengajian. Dalam sesi tanya jawab, dia merasa senang dan mendapat ilmu baru setelah mengikuti Ngaji Tafsir Al-Quran.
“Inilah yang selama ini kami harapkan, penjelasan tafsir al-Qur’an. Saya mendapatkan banyak hal yang belum pernah saya ketahui,” ungkap Wakil Ketua PRM Jatipayak Utara itu.
Sarjan berharap agar kajian tafsir ini terus berlanjut. Bahkan dia mendoakan agar Ustadz Piet selalu sehat sehingga bisa mengisi acara ini. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni