Hukum Menceritakan Nikmat Allah pada Orang Lain, Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian ini berdasarkan hadits riwayat Ahmad.
عن النعمان بن بشير رضي الله عنه قال، قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: التَّحدُّثُ بنعمةِ اللهِ شُكرٌ، وتركُها كُفرٌ، ومَن لا يشكرُ القَليلَ لا يَشكرُ الكثيرَ، ومَن لا يشكرُ النَّاسَ لا يشكرُ اللهَ، والجماعةُ برَكةٌ، والفُرقةُ عذابٌ. رواه أحمد فى مسنده
“Dari Nu’man bin Basyir radliyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda: ‘Membicarakan nikmat Allah itu berarti bersyukur, dan meninggalkannya adalah kekufuran. Barang siapa yang tidak bersyukur terhadap yang sedikit makai a tidak bersyukur terhadap yang banyak. Barang siapa yang tidak pandai berterima kasih kepada orang lain, ia tidak pandai bersyukur kepada Allah. Berjamaah itu berkah, bercerai-berai itu siksa.’” (HR Ahmad)
At Tahadduts binikmatillah
At -tahadduts binikmatillah adalah menceritakan terhadap nikmat Allah. Hal itu sebagai wujud syukur kepada-Nya dan sebaliknya, tidak menceritakan nikmat Allah itu adalah kekufuran. Tentu menceritakan demikian bukan dalam rangka menyombongkan diri akan tetapi justru untuk berbagi, karena nikmat itu juga bagian dari amanah atau ujian yang Allah berikan kepadanya.
وَأَمَّا بِنِعۡمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثۡ
Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan. (adh-Dhuha: 11)
Ayat ini adalah ayat terakhir dalam surah adh-Dhuha. Akan tetapi dalam pelaksanaannya adalah pada ayat sebelumnya yaitu supaya suka menyantuni anak yatim dan tidak menghardik kepada orang yang meminta-minta. Intinya supaya tidak ada kesombongan dalam diri, dan suka membersamai orang-orang yang lemah.
Bersukur yang Sesungguhnya
Kita wajib selalu banyak bersyukur kepada Allah atas karunia yang begitu melimpah tiada henti. Bersyukur dengan lisan dengan banyak mengucapkan alhamdulillah, bersyukur dengan hati meyakini bahwa semua ini bukan karena kehebatan diri atau kemampuan akal kita, akan tetapi karena Allah yang memapukan.
Mengapa demikian? Karena jika merasa karena kemapuan diri atau akal kita sendiri, jika berhasil akan menjadi sombong dan ujub yakni bangga dengan diri sendiri.
وَيۡلٞ لِّكُلِّ هُمَزَةٖ لُّمَزَةٍ ١ ٱلَّذِي جَمَعَ مَالٗا وَعَدَّدَهُۥ ٢ يَحۡسَبُ أَنَّ مَالَهُۥٓ أَخۡلَدَهُۥ ٣
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya.” (al-Humazah: 1 – 3)
Orang-orang yang merasa dirinya berhasil karena kehebatan dirinya akan selalu merasa ujub pada dirinya. Entah berhasil dalam usahanya, berhasil dalam studinya, berhasil dalam karirnya dan seterusnya. Sedangkan orang-orang yang menyadari bahwa keberhasilannya adalah karena Allah yang memberikan anugerah kepada-Nya maka ia akan biasa-biasa saja tanpa merasa bangga terhadap dirinya sendiri, di samping itu ia tidak mudah meremehkan orang lain sebagaimana ilustrasi dalam ayat di atas.
Oleh karena itu setelah bersyukur dengan lisan dan juga dengan hati, maka langkah berikutnya adalah bersyukur dengan bukti amal perbuatan yang nyata. Tiada lain bahwa bersyukur dengan perbuatan itu adalah untuk selalu bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
فَٱذۡكُرُونِيٓ أَذۡكُرۡكُمۡ وَٱشۡكُرُواْ لِي وَلَا تَكۡفُرُونِ ١٥٢
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (al Baqarah; 152)
Berdzikir berarti selalu bersaha mempelajari nilai-nilai kebenaran yang Allah dan Rasul-Nya ajarkan dan berikutnya dilaksanakannya, bersyukur berarti menguatkan diri untuk selalu berterima kasih dengan jalan taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Allah memberikan jaminan jika kita ingat kepada Allah dalam setiap kesempatan Allah akan ingat kepada kita, yakni rahmat Allah akan selalu tercurah kepadanya. Demikian pula jika seorang hamba pandai bersyukur, maka Allah akan memberikan balasan yang lebih baik.
وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ ٧
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.’” (Ibrahim: 7)
Bersyukur berarti juga bersungguh-sungguh, berusaha mengoptimalkan potensi diri dengan bersungguh-sungguh dan menjalankannya secara profesinal yang semua disadarainya karena pertolongan Allah padanya.
Bersyukur untuk Diri Sendiri
Allah juga memiliki sifat asy-Syakir yang artinya Maha Berterima kasih. Semakin seorang hamba bersyukur kepada Allah, Allah akan membalas syukur hamba tersebut dengan balasan yang sangat banyak dan berlipat-lipat.
وَلَقَدۡ ءَاتَيۡنَا لُقۡمَٰنَ ٱلۡحِكۡمَةَ أَنِ ٱشۡكُرۡ لِلَّهِۚ وَمَن يَشۡكُرۡ فَإِنَّمَا يَشۡكُرُ لِنَفۡسِهِۦۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٞ ١٢
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: ‘Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.’” (Lukman: 12)
Sudah seharusnya setiap hamba selalu bersyukur kepada Allah, dan ini adalah pilihan yang tepat baginya dan akan membahagiakannya. Karena jika bersikap sebaliknya yakni kufur terhadap nikmat Allah, maka kehidupannya tidak pernah merasa puas dan selalu berusaha memperbanyak walau dengan cara tidak halal atau lebih meremehkan terhadap perintah dan larangan Allah.
Betapa besar kasih sayang Allah kepada hamba-Nya, jika seorang hamba itu mau taat secara penuh kepada-Nya. Menjalani kehidupannya dengan selalu berusaha dalam bingkai ketaqwaan kepada-Nya. Jaminannya adalah kebahagiaan yang utuh karena Allah akan menyempurnakan nikmat yang telah dianugrahkan-Nya itu dengan sangat sempurna.
وَلِأُتِمَّ نِعۡمَتِي عَلَيۡكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَهۡتَدُونَ ١٥٠
Dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk. (al Baqarah: 150) (*)
Editor Mohammad Nurfatoni
Lima Pertanyaan di Hari Kiamat adalah versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 1 Tahun XXVII, 16 September 2022/19 Shafar 1444