PWMU.CO– Menulis jurnalistik beda dengan media sosial dikupas dalam Pelatihan Jurnalistik Tim Media SMA Muhammadiyah 1 (Smamsa) Surabaya bertempat di Choice City Hotel BG Junctions, Sabtu (17/9/2022).
Sesi pertama pelatihan ini menghadirkan narasumber Sugeng Purwanto yang juga Ketua Lembaga Informasi dan Komunikasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim dan wartawan senior Surabaya Post.
Pelatihan diikuti 40 peserta terdiri siswa Smamsa Surabaya dan sebagian dari siswa SMP Muhammadiyah 15 Surabaya.
Sugeng Purwanto menyampaikan, menulis jurnalistik itu ada kaidahnya. Beda dengan menulis di media sosial seperti Instagram, Facebook, Whatsapp, atau Twitter yang bebas.
”Terkadang tulisan kita di media sosial membuat tetangga bisa tersinggung. Dapat berujung dilaporkan ke polisi. Seperti kasus Prita yang mengeluhkan pelayanan rumah sakit malah kena pasal pencemaran nama baik,” katanya.
Kalau menulisnya sesuai dengan kaidah jurnalistik, sambung dia, tulisan bisa dipertanggungjawabkan karena mematuhi kode etik jurnalistik.
Kode etik itu antara lain, pertama, narasumber harus jelas sehingga tidak berdasar prasangka. Kedua, mengungkapkan fakta peristiwa bukan persepsi penulisnya sendiri. Ketiga, tulisan berimbang, cover both side. Banyak narasumber harus diwawancarai sehingga berita menjadi proporsional.
Unsur Berita
”Semua data peristiwa dan hasil wawancara itu ditulis dengan memenuhi unsur 5W 1H. Yakni menjelaskan peristiwa secara lengkap dengan menyebut what, who, where, when, why dan how,” jelasnya.
Berita, kata dia, adalah menceritakan suatu kejadian yang dilihat. Supaya berita itu mengungkap apa yang sebenarnya terjadi maka wartawan harus wawancara dengan narasumber atau saksi.
”Berita yang baik bukan hanya hasil pengamatan luar tapi harus diperdalam dengan wawancara untuk mengungkap peristiwa di balik berita,” ujarnya. ”Pertanyaan why dan how fungsinya untuk menggali lebih banyak informasi sehingga berita itu kaya data dan mendalam,” tandasnya.
Karena itu menjadi wartawan harus berani bertanya, tuturnya. Tidak boleh malu-malu. ”Tapi pertanyaannya harus nyambung dengan topik masalah. Jangan asal bertanya. Karena itu wartawan harus cerdas, banyak membaca, dan gaul supaya wawasannya luas,” jelasnya.
Tulislah fakta dan hasil wawancara dengan kalimat pendek dengan bahasa dan pilihan kata lugas yang mudah dipahami. ”Prinsipnya satu kalimat satu pokok pikiran sehingga kalimatnya pendek. Jangan menulis semua peristiwa dalam satu kalimat panjang, malah jadi kacau,” ujarnya.
Tulisan itu dinilai berhasil, ujar dia, kalau pesan yang disampaikan dipahami pembaca. Bukan malah membuat bingung.
Penulis Nashiiruddin Editor Sugeng Purwanto