Filosofi Permainan Egrang Terungkap di Kelas Ini; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah.
PWMU.CO – Sorakan riang terdengar di antara siswa kelas III sampai VI SD Muhammadiyah 1 GKB (SD Mugeb) Gresik, Jawa Timur, Kamis (22/9/22) pagi. Pasalnya, materi Pengembangan Diri pekan ini ialah mengenal permainan tradisional.
Para siswa kelas III dan IV bebas membawa sebuah permainan tradisional yang mereka miliki di rumah. Alhasil, ada siswa yang membawa dakon, yoyo, bola bekel, lompat tali karet, dan ular tangga.
Sementara untuk siswa kelas V, permainan tradisionalnya telah ditentukan, yaitu egrang. Adapun untuk siswa kelas VI bermain lompat tali dari karet di Ekowisata SD Mugeb.
Sebelum siswa kelas V praktik satu per satu di lapangan Timur SD Mugeb, Rahmat Arianto SPd mengenalkan permainan egrang. “Orang Jawa menyebut egrang itu singkatan dari dieling-eling sampai gerang, dalam bahasa Indonesia artinya diingat-ingat sampai besar,” ujarnya.
Yang perlu diingat, lanjut Rahmat–sapaannya–yaitu filosofi dalam bermain egrang. Pertama, harus punya keseimbangan. “Dalam kehidupan pun kita harus seimbang. Tidak boleh berlebihan dalam berbagai hal,” ungkapnya.
Kedua, ketika bermain egrang harus terus berjalan agar tidak jatuh. “Begitu juga dalam menjalani hidup, anak-anak harus terus bergerak mencapai tujuan dan cita-cita!” tutur Koordinator Olahraga, Sains dan Teknologi (OST) itu.
Ketiga, dalam bermain, mereka sangat mungkin akan mengalami jatuh. “Tapi ketika jatuh kita harus bangkit lagi. Begitu pula ketika ada masalah. Kita harus bangkit menghadapi setiap masalah,” imbaunya.
Setelah itu, Rahmat mencontohkan dua cara bermain egrang. Pertama, cara bermain yang mudah untuk pemula. Dia menjelaskan, “Alas yang diinjak ini menghadap ke dalam, kanan-kiri berhadapan!”
Versi kedua, sambungnya, bagi yang sudah mahir. “Pijakannya dihadapkan ke belakang,” imbuhnya di hadapan para siswa di sekolah ramah anak itu.
Praktik Bermain Egrang
Akhirnya, para siswa diajak praktik dengan versi pemula. Untuk cara bermainnya, awalnya kaki harus menginjak sampai di pangkal pijakan. Rahmat menegaskan, “Tidak boleh cuma diujung!”
Kedua, tangan memegang bagian atas tiang dengan kuat. “Tapi lengan kita harus lemas, tidak boleh kaku. Kalau kaku nanti tidak bisa menggerakkan atau mengendalikan egrang,” lanjutnya.
Kemudian agar bisa bergerak, ketika kaki kanan melangkah dengan egrang sebelah kanan, maka tangan kiri menggerakkan pegangan ke depan. Dari sebagian besar siswa yang berani mencoba, hanya satu siswa yang bisa berjalan pakai egrang. Ialah Muhammad Akhtar Hanif Evyono, siswa kelas V Afrika.
Adapun untuk siswa lainnya–memang baru pertama kali mengenal dan praktik main egrang–belajar berdiri di atas egrang. Mereka belum kuat mengangkatnya jadi tidak bisa berjalan.
Permainan egrang yang mestinya dimainkan sendiri pun berubah ‘konsep’ jadi permainan yang mendorong adanya kerja sama. Para guru ikut membantu memegangi egrang agar para siswa mampu berdiri seimbang di pijakannya. Tak jarang mereka berteriak takut jatuh, sekaligus tertantang berjalan pakai tongkat dari kayu itu.
Permainan Tradisional Lainnya
Siswa kelas VI juga tak kalah asyik main lompat tali dari sambungan karet. Baik laki-laki maupun perempuan mencoba memainkannya bersama-sama. Ada yang bertugas memegangi kedua ujung tali, ada yang bergantian melompat.
Sebagian siswi pun mencoba beberapa variasi saat bermain. Setelah puas melompat satu per satu, mereka mencoba melompat bersama-sama sambil merangkul pundak temannya. Mereka adalah Nur Arafah Farzana, Atalie Tabina Zhufaira, dan Tsabita salsabila M.
Sementara itu, Syaqila Naura Keysha Adifa dan Nadira Faries Ghaisani fokus memegang talinya. Mereka berlima spontan tertawa saat Arfah, Tabina, dan Sabil kompak tersandung setelah empat kali sukses melompat bersama.
Di kelas masing-masing, siswa kelas III dan IV tak kalah seru mencoba permainan tradisional yang telah mereka bawa. Seperti Queene Thirdyan Aurenine, Callia Atifa Kalani, dan
Alexandria Catalea. Di sudut baca kelas, mereka bersabar menunggu saat tiba giliran Aisha Sasta Putri membagi biji dakonnya.
Kepala SD Mugeb Mochammad Nor Qomari SSi menyatakan, “SD Mugeb berikhtiar terus mengenalkan dan melestarikan permainan tradisional. Kalau anak-anak tidak dikenalkan, lama-lama semua akan melupakan permainan tradisional.”
Bisa-bisa, lanjut Ari–sapaannya–mereka semakin beralih ke permainan baru yang lebih modern dan cangih. Ketua Forum Silaturahmi Kepala Sekolah Muhammadiyah (Foskam) SD/MI Kabupaten Gresik itu lantas mengungkap pentingnya memainkan permainan tradisional pada anak.
“Bisa mencerdaskan, bantu anak latihan mengendalikan emosi, meningkatkan daya kreativitas, melatih kemampuan bersosialisasi, motorik, kerja sama, dan kepercayaan diri,” urainya pada PWMU.CO.
Menanggapi sedikitnya siswa yang berhasil memainkan egrang, bagi Ari itu membuktikan egrang jarang dimainkan sehingga terasa sulit dimainkan anak-anak zaman sekarang.
“Saya yakin kalau semakin sering dimainkan, semua anak bisa menjalankannya,” imbuhnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni