Politik Identitas Perlu Dukungan Kualitas; Resensi buku oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku Ulama Kritis Berjejak Manis (terbit 2022) dan delapan buku lainnya
PWMU.CO – Buku ini menarik karena sejumlah alasan. Setidaknya bisa disebut tiga hal. Pertama, peluncurannya ditandai lewat sebuah diskusi biku dengan pembicara nama-nama populer, di Hotel Alia Cikini Jakarta Pusat, Sabtu 24 September 2022. Pembicaranya Rocky Gerung dan Ray Rangkuti, keduanya pengamat politik. Host-nya, wartawan senior Hersubeno Arief. Tentu saja penulis buku, Eman Sulaeman, hadir.
Kedua, buku ini diberi kata pengantar Fachry Ali, sosok yang bagi rata-rata peminat tulisan-tulisan berjenis pemikiran (politik) sangat dikenal. Dia, yang asal Aceh, seorang pengamat sosial dan politik sekaligus peneliti. Karya-karya bukunya banyak, kritis, dan bernas.
Ketiga, tema yang diangkat, aktual dan menyedot perhatian banyak kalangan. Apakah penggunaan politik identitas, sesuatu yang terlarang? Di tengah kontra dan pro, antara lain muncul pertanyaan: apa tinjauan al-Qur’an tentang politik identitas? Praktik politik identitas seperti apa yang dibenarkan al-Qur’an?
Agar punya landasan tempat berpijak dalam mengkaji masalah, penulis memberikan teori-teori dasar seputar identitas. Ada tiga yang dia sebut di Bab II, khhususnya di halaman 18 sampai 26 yaitu: 1) Teori Identitas (Sheldon Stryker); 2) Teori Identitas Sosial (Henri Tajfel); dan 3) Teori Ashabiyah/Solidaritas Sosial (Ibnu Khaldun).
Apa politik identitas? Politik identitas adalah sebuah upaya untuk memperjuangkan satu simbol kultural primordial tertentu oleh individu atau kelompok masyarakat. Adapun simbol kultural yang dimaksud bisa berupa gender, etnis, suku bangsa, warna kulit, bahasa, agama, dan lain sebagainya (h 34).
Masih di paragraf yang sama, penulis memberikan makna lain. Bahwa politik identitas dapat dipahami sebagai aktivitas politik yang berbasis identitas atau menggunakan identitas dalam keterlibatan politik. Bisa pula sebaliknya, memperjuangkan kepentingan dan kebaikan identitas melalui sarana politik.
Pro dan Kontra
Sekarang, ke Bab IV, “Identitas Islam dalam Ranah Sosial Politik”. Bahwa, politik identitas bisa memicu sikap kontra dan pro. “Jangan gunakan,” kata yang kontra. “Sah saja menggunakannya,” kata yang pro.
Bagi yang menolak politik identitas, pertama, khawatir dengan nasib kesatuan masyarakat. Kedua, bisa menjadi ancaman bagi kemajemukan yang menjadi identitas Indonesia selama ini (h 185).
Sementara, bagi yang menerima, pertama, ajang demokrasi adalah wahana bebas yang siapapun bisa menjual bebas ide-idenya, keyakinannya, serta mengajak masyarakat memperjuangkan hak individu dan sosialnya masing-masing (h.191). Kedua, bisa mendorong gairah masing-masing kelompok masyarakat untuk menunjukkan jati dirinya dan mempertahankan eksistensinya (h 193).
Di tengah sikap kontra dan pro atas politik identitas, di manakah posisi penulis? Bagi dia, politik identitas sulit untuk dihindari karena identitas merupakan sesuatu yang melekat pada suatu individu dan kelompok. Identitas itu menjadi pembeda dengan yang lainnya (h 195).
Penulis semakin yakin karena ada ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang keanekaragaman identitas baik gender, etnis, suku, bangsa, dan ini merupakan sesuatu yang sunnatullah. Berikut ini ayat yang dimaksud.
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (al-Hujurat 13).
Atas ayat di atas, bagi penulis, “Keragaman identitas tersebut merupakan sebuah realitas yang tidak bisa kita pungkiri”. Terkait itu, Allah pasti “Punya maksud mengapa manusia diciptakan dalam beragam identitas tersebut, yakni li ta’arafu, supaya kita saling kenal dan mengetahui sama lain” (h.197).
Di bagian akhir buku, Bab V Penutup, penulis mengakui bahwa: Pertama, politik identitas itu sesuatu yang niscaya. Kedua, politik identitas bisa memberikan dampak, bisa postif atau negatif. Untuk itu, dalam praktiknya, perlu adanya prinsip dan etika dalam melakukannya. Jika syarat yang disebut terakhir di atas dipenuhi, maka politik identitas yang dijalankan menjadi politik yang berkeadaban.
Adapun prinsip dan etika yang harus ada dan konsisten dilakukan adalah: Pertama, arif dan bijaksana dalam menyikapi segala bentuk keragaman. Kedua, selalu menjaga adab dalam berpolitik. Ketiga, mengiringi politik identitas dengan prestasi (h. 236).
Terutama pada bagian ketiga di atas, “mengiringi politik identitas dengan prestasi” mudah kita pahami. Maknanya, jika banyak prestasi yang dibukukan oleh para pengusung politik identitas maka pada gilirannya hal itu akan membuat berkurang (bahkan habis) orang-orang yang kontra dengan politik identitas.
Pandangan Fachry Ali
Bagaimana pandangan Fachry Ali? Dia mengakui bahwa secara konseptual, identitas adalah sifat yang paling awal memengaruhi seseorang, sebuah masyarakat, dan sebuah bangsa sebelum datangnya pengaruh dari luar (h xi). Hal yang jelas, bagi Fachry Ali, si penulis buku ini telah memberikan penjelasan dan, ini penting, pembenaran tentang politik identitas (h xii).
Secara umum, buku ini bermanfaat untuk segera kita telaah. Memang, ada kekurangan kecil yang masih ditemui semisal kesalahan penulisan. Contoh, frasa “di antara” ditulis “diantara” (ini penulisan yang salah). Lihat, antara lain di h x, 6, 61, 193, 196, 233 (dua kali di halaman yang sama), 235, dan 236. Di samping itu ada salah tulis semisal “menimati” di h 5, mestinya “menikmati”. Juga ada tertulis “teruatama” di h 126, mestinya terutama”.
Kecuali itu, ada lagi kata yang hilang. Lihat h 236. Tertulis, “mengiringi politik identitas prestasi”. Patut diduga, bahwa ada kata “dengan” yang hilang. Mestinya, kalimat yang lengkap adalah: “mengiringi politik identitas dengan prestasi”.
Apapun, buku ini berharga, terutama bagi para peminat kajian dengan isu-isu aktual. Didukung referensi yang memadai, buku ini menjanjikan wawasan yang menyegarkan. Penggunaan banyak tabel data menambah nilai lebih buku ini. Ditulis oleh seorang aktivis yang juga berkegiatan di sebuah komunitas kepenulisan yang beken, membuat penyajian buku ini segar dan mengalir.
- Judul buku: Politik Identitas dalam Perspektif Al-Qur’an dan Teori Modern
- Penulis : Eman Sulaeman
- Penerbit : Pustaka al-Kautsar – Jakarta
- Terbit : September 2022
- Tebal : xvi + 263 halaman (*)
Editor Mohammad Nurfatoni