Membumikan Pikiran Mewah Buya Syafii; Begini Usul Jejaring Media; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah. Editor Mohammad Nurfatoni.
PWMU.CO – Berangkat dari prihatin semakin mewabahnya perilaku antitoleran, Maarif Institute mengundang jejaring media online untuk iuran ide bagaimana merawat pemikiran Buya Ahmad Syafii Maarif, Jumat (23/9/22) malam. Beragam ide rekan media sampaikan untuk Maarif Institute godok lebih lanjut di internalnya.
Roby Karman dari Monitorday.com pertama menyampaikan idenya. Dia menekankan pentingnya memanfaatkan media sosial dan media online untuk destinasi gagasan-gagasan Buya. “Kita perlu lebih kreatif dan membumi dalam penyampaian gagasan itu karena di Muhammadiyah ini mayoritas anak muda,” ujarnya. Artinya, bahasanya dianakmudakan.
Terinspirasi dari empat jilid Ensiklopedia Nurcholish Madjid, Roby Karman pun menyarankan Maarif Institute bikin ensiklopedia serupa. “Disusun berdasarkan alfabet. Bukan berisi riwayat hidup tapi berisi tulisannya supaya bisa mengakses pemikiran beliau,” imbuhnya.
Peserta lain, Sholikh Huda, Sekretaris Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya memandang Maarif Institute perlu membangun jejaring dengan lembaga internal Muhammadiyah yang melalukan riset terkait membumikan gagasan Buya Syafii. Di sisi lain, Pimpinan Redaksi Mahanpedia Bagus Ragil menyarankan, ada media sosial khusus untuk flyer quotes Buya Syafii.
Video Pendek dan Film
Selanjutnya, giliran Yahya Fathur Rozy dari Ibtimes.id menyampaikan gagasannya. “Secara konten, yang menjelaskan pemikiran dan usaha Buya itu banyak, tapi sebatas tulisan artikel panjang,” ujarnya.
Untuk itu, dia menyarankan membuat konten video-video pendek yang disebar di Tiktok, Instagram, dan Youtube short. “Daripada buku-buku tebal dan artikel panjang, itu pembacanya tersegmentasi,” ungkapnya.
Merespon kondisi sudah sekian lama Maarif Institute berjuang menyebarkan ide toleransi tapi hasilnya kurang maksimal, dia menduga selama ini yang diundang orang-orang yang memang sudah paham tentang ide itu.
Oleh karena itu, Yahya menyarankan, “Mungkin dari Maarif Institute buat forum itu tapi dihadiri orang yang berseberangan ide. Yang sepaham dan belum sepaham dikumpulkan untuk dialog yang positif.”
Menindaklanjuti gagasan moderasi dicap gagasan impor dari Barat, menurutnya perlu memberi pemahaman kepada orang-orang yang belum sepaham. “Bisa dibuat event-event yang menghadirkan banyak golongan. Yang pro dan antitoleran agar bisa berdiskusi,” imbuhnya.
Menyambung gagasan Yahya, Syifa R Dewi dari Muhammadiyah.or.id sepakat dengan pembuatan video pendek. “Kalau Maarif Institute punya stok video pengajian Buya, bisa dikerjasamakan dengan kami. Nanti kami bantu edit videonya. Mau dibuat video singkat, kami bisa,” ucapnya.
Berdasarkan pengamatannya, konten video pendek itu biasanya laris kalau masuk Instagram Lensamu. “Kami bantu proses dan sebarkan via Lensamu,” tambah Syifa, sapaannya.
Kemudian, peserta urun rembug lainnya, Nirwansyah, berpendapat, “Soal diseminasi pemikiran dan kepribadian Buya untuk kalangan muda bisa lewat film. Saya agak susah cari film. Lewat film mungkin lebih menarik dan bisa dipahami.” Ketika film itu nantinya sudah dibuat, dia juga menyarankan bisa menggelar roadshow pemutaran film.
Media Jadi Corong
Adapun ide Bukhari Muslim dari Tanwir.id yaitu mendiseminasikan pemikiran Buya yang berkaitan dengan al-Quran. Mengingat, Tanwir.id sejauh ini fokus di isu soal tafsir dan Buya sebagian cendekiawan Islam banyak bicara soal al-Quran itu sendiri.
Sejalan dengannya, Hamdani dari Wartamu.id menegaskan peran media sebagai corong. “Orang sudah tidak asing dengan Buya. Di Tiktok pernah viral video Buya naik sepeda pulang dari salah satu universitas,” ujarnya.
Dia menilai, memviralkan sosok Buya tidaklah sulit. “Kami siap buat kolom sendiri isinya tulisan dan pemikiran beliau,” imbuhnya.
Hamdani juga menyarankan adanya grup Whatsapp sehingga kalau ada informasi tulisan atau kegiatan, mereka bisa bantu membagikan di laman web maupun medsos yang mereka kelola.
Begitu pula dengan Mohammad Nurfatoni, Pemimpin Redaksi PWMU.CO. Karena medianya berbasis berita yang mengutamakan aktualitas, menurutnya penting sering mengadakan diskusi tentang pemikiran Buya secara daring maupun luring. “Buya sudah nggak ada, kader ideologisnya itu yang berdiskusi. Nanti akan kita liput,” terangnya.
Selain itu, mengingat PWMU.CO juga berbasis opini atau artikel, dia yakin tulisan tentang pemikiran Buya di media online akan menarik, banyak dibaca. Sebab, banyak pemikiran Buya yang dibukukan tapi terbatas pembacanya.
“Tulisan itu kalau kita serius menulis akan banyak dibaca orang. Kita akan tulis sebagai sebuah berita yang menarik!” tegasnya.
Menurutnya, langkah membumikan keteladanan Buya bisa disegerakan. “Cerita-cerita kecil misal saat sepedaan, menghitung uang (amal) di masjid, atau suka cukur rambut. Itu lebih cepat dan gampang viral! Kita bantu viralkan,” tambahnya.
Strategi Tiktok dan Jurnalisme
CEO Ibtimes.id Azaki Khoirudin menyampaikan, dia ingin ada pertemuan untuk para penulis juga di silaturahmi berikutnya jelang muktamar nanti. “Media kita rumah atau wadah. Ujung tombaknya penulis. Pas muktamar itu diundang penulis-penulis muda,” ujarnya.
Dengan begitu, dia berharap, “Media-media diwarnai kader-kader muda Muhammadiyah. Kita serbu dengan artikel-artikel. Ada forum konsolidasi topik-topik menarik.”
Selain itu, memandang pentingnya TikTok di era ini, Azaki berharap ada yang fokus dan istikamah menekuninya. “Podcast di YouTube mengundang ornag-orang yang dekat Buya. Dipotong lalu ditiktokkan. Saya kira belum ada yang serius menggarap Tiktok di Muhammadiyah,” terangnya.
Semakin singkat video itu, kata dia, semakin bagus. Dia menegaskan, “Tiktok itu strategi, intinya tetap jurnalisme.”
Karena pemikiran Buya Syafii mewah seperti pemikiran Cak Nur, menurutnya kalau membumikan tidak membahas yang berat. Seperti kesederhanaan Buya yang memunculkan simpati. “Cerita-cerita sahabat-sahabat Buya, orang dekatnya. Pengalaman langsung dengan keteladanan itu lebih menarik!” ungkapnya.
Azaki menilai, yang perlu dieksplorasi itu keteladanan cerita unik dari perawinya langsung yang sering berinteraksi dengan Buya Syafii. “Selama ini kan dari orang besar, yang internasional, dari jauh,” imbuhnya. (*)