Direktur Maarif Institute: Buya Syafii Semen Perekat Bangsa; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah. Editor Mohammad Nurfatoni.
PWMU.CO – Direktur Eksekutif Maarif Institute Abdul Rohim Ghazali MSi mengapresiasi iuran ide para aktivis jejaring media online bagaimana terus merawat pemikiran legacy Ahmad Syafii Maarif (ASM).
“Terima kasih atas iuran gagasan yang luar biasa. Semua gagasan tadi Insyaallah kita upayakan untuk kita realisasikan,” ujarnya, Jumat (23/9/22) malam.
Dia sepakat pihaknya akan membagikan kumpulan video Buya ASM. “Hasil editor pendek bisa ditayangkan juga di media sosial Maarif Institute, selain teman-teman yang melakukan editing tersebut,” ungkapnya.
Dia menyatakan mereka sama-sama terbuka karena Buya Syafii bukan milik Maarif Institute saja. “Buya milik seluruh umat yang mencintainya. Banyak kalangan di luar sana merasa memiliki Buya. Ada orang yang tidak kenal tapi menangis karena merasa Buya pelindung ideologis,” terangnya.
Menurut Rohim–panggilan akrabnya–Buya punya ideologi terbuka, membela orang yang selama ini didiskriminasi. “Tiga semesta Buya: keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan itu sudah mencakup seluruh hajat hidup masyarakat Indonesia tanpa membedakan suku, ras, dan agama,” imbuhnya.
Dia menegaskan, ini bukan berarti mereka membesar-besarkan dan mengapitalisasi Buya. Dia lantas bertanya retorik, “Kenapa gagasannya tetap kita sosialisasi ke berbagai penjuru?”
Semen Perekat Bangsa
Dari diskusi banyak kalangan, sambungnya, gagasan atau pemikiran Buya bisa menjadi semacam semen perekat berbagai kelompok, kepentingan, dan agama di Indonesia. “Semen bisa menaikkan batu dengan lain-lain. Bisa disatukan,” tambahnya.
Begitupula dengan Indonesia sebagai negara majemuk. Dia menjelaskan, “Kemajemukannya luar biasa dan di dalamnya ada isu sensitif, apalagi bila dikaitkan dengan politik tertentu, itu sangat rawan terjadi konflik antaranak bangsa.”
Adapun pemikiran dan gagasan Buya itu, lanjut Rohim, juga diakui kelompok lain. “Semangatnya bisa mencegah terjadinya konflik sosial dengan syarat ide gagasan itu terus digulirkan sehingga bisa dipahami semakin banyak warga bangsa di negeri ini, di kalangan mereka yang selama ini merasa terpinggirkan dan belum mengenal siapa Buya dan bagaimana pemikirannya,” ungkapnya.
Dia menekankan, gagasan ini bukan pemikiran subjektif dari Ma’arif Institute atau Muhammadiyah saja. Ada kepentingan menjaga keutuhan bangsa Indonesia di mana ini salah satu hal penting di sepanjang hidup Buya.
“Kita yang siuman ini katanya harus sadar, harus bersatu! Karena mereka yang tidak sadar itu rawan dengan munculnya ide atau perangai yang menimbulkan kebencian. Itu yang dikhawatirkan Buya,” imbuhnya mengutip pernyataan yang sering disampaikan Buya ASM.
Rohim pun menegaskan silaturahmi online via Zoom itu sebagai langkah awal. “Ide tetap terbuka!” tutupnya. (*)