PWMU.CO– Benteng kekuatan umat menjadi ulasan Pengajian Ahad Pagi Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Wuluhan, Jember, Jawa Timur, Ahad (25/9/2022).
Pengajian Ahad Pagi yang dihadiri ratusan warga Muhammadiyah ini diadakan setiap Ahad keempat di Masjid Mujadihidin Tanjungrejo Wuluhan. Hari itu juga ada pelantikan pengurus baru Kantor Layanan Lazismu Wuluhan.
Hadir sebagai pembicara pengajian Ustadz Suwandi Husaini SKom.I MPd, mudir Muhammadiyah Boarding School (MBS) Tanggul Jember. Tema kajian Peran Pondok Pesantren sebagai Sarana Kaderisasi Muhammadiyah. Acara dipandu Ustadz Hadi Santoso, Ketua Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah Wuluhan.
Mengawali materi Ustadz Suwandi Husaini membacakan surat An Nisa’ ayat 9
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا
Hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.
”Allah sudah mengingatkan agar kita tidak meninggalkan generasi yang lemah. Lemah dalam ilmu maupun dalam masalah ekonomi. Maka kita harus menyiapkan sebaik mungkin,” ujarnya.
Menyiapkan kader berkualitas itu, kata dia, salah satunya melalui Pondok Pesantren Muhammadiyah yang dikenal dengan Muhammadiyah Boarding School (MBS).
Pendapat Natsir
Dai muda kelahiran Madura itu lalu mengutip pendapat Dr Mohammad Natsir, Perdana Menteri Indonesia dari Masyumi. Ada tiga benteng kekuatan umat Islam yaitu masjid, pesantren, dan kampus.
Dia menjelaskan, masjid yang dikelola Muhammadiyah sudah bertebaran di mana-mana. Masjid dipercantik supaya jamaah khusyuk beribadah. Namun dari bangunan masjid yang megah itu minim pembinaan keislaman bagi para jamaah.
”Pembinaan umat Islam di sekitar lingkungan masjid atau ukhuwah Islamiyah dan pencerdasan umat. Masjid bisa menjadi basis kaderisasi umat,” ujarnya.
Pesantren, sambung dia, melahirkan santri pejuang di masa penjajahan dulu. Seperti laskar Hizbullah dan Sabilillah, anggotanya para santri melawan penjajah. Perjuangan pasukan paderi Imam Bonjol di Sumatera Barat basisnya juga kaum santri.
”Sudah banyak pesantren bertaburan di negeri kita yang melahirkan tokoh besar dalam sejarah kita. Seperti Hasyim Muzadi, Din Syamsuddin, Hidayat Nurwahid. Tokoh-tokoh Muhammadiyah banyak lahir dari pesantren,” tuturnya.
Karena pesantren basis dari perjuangan umat Islam, ujar dia, maka kurikulum pesantren menjadikan santri sebagai pejuang Islam apapun profesinya,” tandasnya.
Cirinya, tambah dia, menjalankan syariah secara baik, intelektualnya bagus. Cerdas pemikiran, saleh pribadi dan sosial.
Berikutnya kampus Muhammadiyah juga sudah banyak bertaburan di negeri kita. Kampus adalah tempat para civitas akademika mengembangkan keilmuan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Ilmunya harus bermanfaat untuk masyarakat.
”Masyarakat sudah menganggap Muhammadiyah berhasil mengelola perguruan tinggi (kampus), rumah sakit (pelayanan kesehatan), dan Lembaga Kesejahteraan Sosial, tapi belum dianggap berhasil mengelola pesantren. Semoga dengan adanya majelis ini kita sebagai warga Muhammadiyah tergugah untuk serius dalam menyiapkan kader melalui pesantren,” tegas Ustadz Suwandi yang anggota Dai Songo Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Kabupaten Jember.
Penulis Haris Suhud Editor Sugeng Purwanto