Nasihat Kematian dari Stadion Kanjuruhan; Oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku “Berdekat-dekat kepada Yang Mahadekat” dan delapan judul lainnya
PWMU.CO – Cermatilah apapun yang kita lihat dan alami. Lalu, ambillah i‘tibar. Petiklah pelajaran dari segenap yang ada, baik yang dekat atau yang jauh.
Raih hikmah dari semua yang kita dapat. Perhatikan ayat ini: “Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan” (al-Hasy: 2).
Ayat-ayat Allah akan terus menyapa kita sampai Hari Akhir nanti. Simaklah ayat ini: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (Ali ‘Imraa: 190).
Kematian seseorang termasuk bagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Kematian seseorang adalah bagian dari cara Allah untuk mengingatkan kita bahwa, entah kapan, kita pun akan menjumpainya.
Lihatlah di keseharian, sering kita mendengar kabar orang-orang meninggal. Ada tetangga dekat, teman sekantor, teman sekolah yang sudah lama tak ketemu.
Kemudian, di antara yang meninggal itu, ada saudara yang tinggal di dekat kita. Ada saudara yang tinggal di kota yang berbeda.
Di media, kerap juga dimuat berita kematian. Ada yang meninggal tak jauh dari kita. Ada pula di tempat yang sangat jauh. Mereka ada yang kita kenal secara pribadi, atau hanya kenal nama dan aktivitasnya, atau sama sekali tidak kita kenal.
Untuk yang hanya kita kenal nama dan aktivitasnya, itu bisa karena dia seorang tokoh publik. Misal, seorang ulama, cendekiawan, atau politisi. Mereka kita kenal karena sebagai tokoh publik, biografinya pernah kita baca dan oleh karena itu seolah-olah kita mengenalnya secara pribadi.
Nasihat Datang
Inna lillahi wa inna ilaihi rAji’un. Pada 26 September 2022 telah wafat Dr Yusuf Al-Qaradhawi. Kabar ini nasihat kuat kepada siapapun, terlebih bagi umat Islam. Pertama, nasihat bahwa kita pasti akan meninggal juga pada saat ketentuan Allah tentang itu telah tiba.
Kedua, nasihat yang mengingatkan kita: Sudahkah kualitas amal shalih kita sama atau melampaui beliau? Lihatlah, sampai beliau meninggal dalam usia 96 tahun, hidupnya sejak kanak-kanak penuh dengan nilai dakwah yang mengagumkan. Di antara jejak kebaikannya, beliau Ketua Majelis Ulama Sedunia. Beliau mewariskan lebih dari seratus judul buku yang berbobot dan sangat potensial terus dipakai sampai waktu yang sangat panjang.
Setidaknya, itulah dua nasihat yang bisa kita dapat. Maka, sudahkah-terutama untuk nasihat yang pertama-menghunjam sanubari kita? Semoga kabar kematian Yusuf Al-Qaradhawi tak dianggap sebagai berita biasa yang boleh segera kita lupakan.
Nasihat Lagi
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Tak sampai sepekan dari kematian Yusuf Al-Qaradhawi, yaitu pada 1 Oktober 2022, dari Stadion Kanjuruhan Malang datang kabar duka. Sesaat seusai pertandingan dari dua klub sepakbola, terjadilah insiden dengan banyak korban. Pertandingan itu sendiri berlangsung di malam hari, dimulai pukul 20.00.
Ada lebih dari seratus orang yang meninggal. Di antara korban itu, banyak juga dari kalangan anak-anak. Insiden Kanjuruhan mengenaskan.
Pertandingan olahraga, apapun bentuknya, pada dasarnya menghajatkan terbinanya sportivitas. Pertandingan olahraga, pada pokoknya menginginini terbinanya raga dan jiwa yang sehat. Pertandingan olahraga, pada intinya bisa punya efek sebagai pertunjukan yang menghibur penontonnya.
Sayang, apa yang terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang itu memupus semua hal-hal positif yang disebut di atas. Kita bersedih. Kita berduka atas banyaknya korban dan cerita tragis di baliknya.
Bacalah kisah memilukan ini: ada anak 11 tahun kehilangan kedua orangtuanya. Ada lagi satu keluarga (suami, istri, tiga anak dan satu keponakan) yang turut menonton di Stadion Kanjuruhan Malang itu. Di insiden itu si kepala keluarga harus kehilangan istri, dua anak, dan seorang keponakan karena meninggal.
Pada kisah yang disebut terakhir, hanya si ayah dan anak berumur 1,5 tahun yang selamat. Si anak yang selamat itu, yang semula digendong, saat insiden lalu dilempar oleh si ayah dari ketinggian 1,5 meter.
Pelajaran Mahal
Atas kabar kematian terutama di insiden Kanjuruhan Malang itu, mari menunduk dalam-dalam. Niat mereka (yaitu semua penonton) pasti untuk mendapatkan hiburan yang sehat. Namun, berakhir tidak seperti yang mereka harapkan.
Kaum beriman, di situasi apapun dan terlebih pada kejadian besar seperti di Stadion Kanjuruhan Malang itu, harus mampu mengambil i‘tibar. Pungutlah berbagai pelajaran. Berikut ini di antaranya:
Pertama, bahwa semua yang berjiwa pasti mati. Kapan, di mana, dan bagaimana cara kematian kita, itu semua semata-mata rahasia Allah. Tak seorangpun tahu. Hayatilah ayat ini: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati” (Ali ‘Imran 185).
Kedua, tanpa henti kita harus terus memperbanyak amal shalih dengan kualifikasi terbaik. Hal ini, mengingat tak seorangpun tahu kapan dia mati. Oleh karena itu, selalulah bawa takwa di manapun kita berada. Amalkanlah ayat ini: “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa” (al-Baqarah: 197).
Ketiga, selalulah menyiapkan diri karena kapan pun Allah bisa mewafatkan kita. Harapannya, ketika datang saat itu yaitu kita meninggal, kita berada dalam kondisi sebagai yang “sebenar-benar beragama Islam”.
Perhatikanlah ayat ini: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam” (Ali Imran 102).
Muhasabah, tanpa Lelah
Senantiasalah bermuhasabah. Resapilah pengingat lewat kematian yang kita dengar atau saksikan. Bahwa, entah kapan, kematian juga akan menimpa kita. Di titik ini, sungguh, ada nasihat kuat dari Stadion Kanjuruhan Malang.
Teruslah berintrospeksi. Selalulah mengakui diri sebagai hamba Allah yang sering berbuat zalim. Lalu, pada saat yang sama, berharaplah untuk mendapat petunjuk dan pertolongan Allah.
Teladanilah Nabi Yunus As lewat penyesalannya yang sungguh-sungguh. Simak ayat ini: “Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim” (al-Anbiya’: 87).
Senantiasalah bertobat seperti dulu Nabi Adam As bertobat. Cermati ayat ini: “Yaa Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi” (al-A’raf: 23).
Semoga kita selalu dalam lindungan Allah. Mudah-mudahan kita senantiasa dalam rahmat Allah. (*)
Nasihat Kematian dari Stadion Kanjuruhan; Editor Mohammad Nurfatoni