Kita Butuh Orang Muhammadiyah yang Terjun di Politik

Prof Zainuddin Maliki saat menyampaikan materi di Pengajian Ahad Pagi. Kita Butuh Orang Muhammadiyah yang Terjun di Politik (Istimewa/PWMU.CO)

Kita Butuh Orang Muhammadiyah yang Terjun di Politik, liputan kontributor PWMU.CO Gresik Suhailah Naili Salsabila

PWMU.CO – Pengajian Ahad Pagi di Masjid At-Taqwa, Desa Melirang, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur mengundang Anggota Komisi X DPR Prof Dr Zainuddin Maliki MSi sebagai narasumber, Ahad (9/10/22).

Di hadapan 300 jamaah, Prof Zainuddin menyampaikan materi dengan tema Politik Pendidikan Muhammadiyah. Dia mengatakan keyakinan diri pada seseorang menjadi kunci bahwa kita itu bisa atau mampu.

“Ada tiga unsur dalam diri manusia yang harus bersinergi. Pertama adalah pikiran (mind), tubuh (body), dan jiwa (soul). Ketika seseorang belajar dalam kehidupan, maka ketiga unsur tersebut pasti akan meresponnya,” ujarnya.

Dia memaparkan bila pelajaran tersebut condong pada otak, maka otaklah yang akan lebih cepat merespon. Begitu juga, apabila condong kepada tubuh dan jiwa, maka kedua unsur tersebut yang akan merespon terlebih dahulu daripada unsur yang lainnya.

Politik Pendidikan

Prof Zainuddin menjelaskan politik selama ini sudah dikenal sebagai dunia kotor dan keras bagi masyarakat. Muhammadiyah merupakan dunia putih atau baik karena organisasi ini mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW dengan dasar ajaran al-Quran dan hadits.

“Muhammadiyah itu bertujuan mengangkat derajat masyarakat dari hanya suka menerima (kebodohan dan kesesatan) menjadi orang yang dapat memberi (berguna dan bermanfaat) untuk sesama,” katanya.

Jadi, tegasnya, apa yang ada dalam politik dan Muhammadiyah sangat berbanding jauh. Apabila orang Muhammadiyah yang berkecimpung dalam politik dan mampu menempatkan dirinya sebagai manusia yang bermanfaat, maka mereka bisa memberikan nilai guna bagi masyarakat dan negara.

Dia menyampaikan perlunya politik pendidikan ini juga dirasakan warga Muhammadiyah, khususnya pada majelis pendidikannya. Sekarang, masih banyak guru honorer Muhammadiyah juga merasakan nasib yang miris seperti guru honorer lainnya. Walapun sudah dijanjikan adanya pengangkatan 1 juta guru honorer, kenyataannya di lapangan tidak demikian.

“Pelaksanaan dan target di lapangan tidak sesuai.”

Penguasaan Teknologi

Prof Zainuddin menyampaikan adanya faktor umur dan penguasaan teknologi juga menjadi andil guru honorer yang sudah berumur menjadi kesulitan. Selain itu, penempatan tugas yang tidak sesuai dengan umur juga menjadi kendala karena mereka merasa kesulitan bila sudah tua, namun mendapat tugas mengajar di luar pulau.

“Melihat hal tersebut, tujuan dan target di lapangan tidak sesuai.”

Sebagai DPR Komisi X yang menangani pendidikan, Prof Zainuddin pun merasakan beban berat dan harus mencari solusi untuk memperbaiki kendala tersebut. Hal ini tidak bisa diabaikan, apalagi pendidik itu datang dari warga Muhammadiyah.

“Saya sebagai wakil rakyat, ingin menjadi jembatan dan bermanfaat dengan membantu sesama warga Muhammadiyah agar tersampaikan aspirasi dan keluhannya sehingga terwujud sesuai yang diinginkan. Seperti belum lama ini, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah meluncurkan Cyber Campus yang belum menerima mahasiswa, namun sudah memiliki 6 dosen dari setiap prodinya. Untuk dapat menggaji semua dosen, maka dicarikan dana dan mengajukan proposal. Alhamdulillah, selang beberapa hari SK-nya sudah turun.”

Jadi, tekannya, politik pendidikan Muhammadiyah adalah cara meyakinkan diri bahwa dapat membantu dan bermanfaat bagi sesama yang sangat membutuhkan. (*)

Co-Editor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.

Exit mobile version