Kritik Keras Din Syamsuddin: Pemerintah Berkepala Batu; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah. Editor Mohammad Nurfatoni.
PWMU.CO – Tokoh Islam Indonesia Prof Dr M Din Syamsuddin MA PhD mengakui dirinya memang memberi kritik sangat keras, terutama ketika ada penyimpangan dari Pancasila dan UUD 1945.
“Bagi saya harus disuarakan,” ungkapnya saat berdialog dengan Putri Ayuningtyas di program The Politician berjudul Din Syamsuddin, Islam dan Politik Indonesia yang disiarkan CNN Indonesia, Rabu (12/10/22).
Hal ini mengingat Muhammadiyah sudah menetapkan di Muktamar 2015 negara Pancasila sebagai Darul Ahdi wa Syahadah. Alhasil, dia peka saat ada penyimpangan terhadap Pancasila. “Yang hanya klaim ‘Kami Pancasila, kami Bhineka Tunggal Ika’ tapi pada saat yang sama mereka tidak mempraktikkannya,” terang alumnus California University itu.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2015 itu menilai, pemerintah saat ini berkepala batu. “Kalau di luar negeri, demokrasi sepuluh orang itu diperhatikan. Di sini jutaan tidak (diperhatikan), bahkan dilawan secara represi, terjadi korban,” ucap Prof Din, sapaannya.
Menurut Prof Din, orang Indonesia masih sangat baik. Padahal sebenarnya, kata dia, itu sudah cukup alasan untuk revolusi besar-besaran. Meski kemudian dia menyatakan termasuk pihak yang memilih jalur konstitusi, bukan bagian dari yang memimpin jalur revolusi itu. “Saya mengkritik, keras dengan kata-kata,” ujar Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban tahun 2017 itu.
Sebab, selain watak yang tertanam dalam dirinya, menurutnya perubahan itu harus dilakukan secara sistematis tanpa kasak-kusuk. Dalam dialog itu, Prof Din juga menyatakan tidak akan menghalangi teman-temannya yang memilih jalur revolusi.
“Izinkan saya punya cara sendiri, saya masih meyakini konstitusi yang harus diubah di tengah jalan. Tapi sangat bergantung pada rakyat Indonesia, maukah perubahan? Nanti kita modifikasi sesuai tantangan zaman,” tegasnya.
Akhirnya Guru Besar FISIP UIN Jakarta itu mengingatkan, “Jangan biarkan muncul pikiran-pikiran yang justru antipancasila dan merusak harmoni kehidupan kebangsaan kita!” (*)