Nilai-Nilai Fikih Kebencanaan
Nilai-nilai fikih kebencanaan yang dirumuskan Muhammadiyah meliputi: (1) panggilan kemanusiaan (al-Anbiyā’: 107); (2) prioritas kebutuhan (al-Insān: 8); (3) non-politik (al-Insān: 9); (4) tidak menjadi alat kebijakan luar negeri pemerintah (al-Baqarah: 264); (5) menghormati budaya dan adat istiadat setempat (al-A’rāf: 199);
Selanjutnya, (6) membangun kemampuan lokal (Nabi bersabda, “Barang siapa yang memberi jalan keluar untuk kesulitan saudaranya maka Allah akan memberi jalan keluar bagi kesulitannya pada hari kiamat.” HR Bukhari Muslim); (7) melibatkan penerima bantuan dalam manajemen bantuan ( ‘Ali ‘Imrān: 159);
Lalu (8) perspektif masa depan (“Barang siapa yang melepaskan penderitaan muk’min dari suatu kesusahan-kesusahan dunia, pasti Allah akan melepas kesusahan-kesusahannya di akhirat.” HR Muslim.); (9) bertanggungjawab kepada donatur dan penerima bantuan (al-Taubah: 105); dan (10) memperhatikan para korban dalam memberikan informasi terkait bencana karena mereka bukan obyek tetapi manusia yang memiliki martabat (al-Isrā’: 70).
Fikih kebencanaan Muhammadiyah dilengkapi dengan beberapa panduan praktis ibadah mahdah, seperti: cara bersuci dalam situasi darurat, salat dengan pakaian terkena najis atau kotoran, salat dengan pakaian tidak tertutup aurat secara sempurna, teknis salat dalam kondisi bencana dan saat evakuasi, batasan waktu jamak saat bencana, perlakuan terhadap jenazah korban bencana, dan lain-lain. Perinsip al dharuratu tubihu nahdhurat, bahwa kondisi darurat membolehkan hal-hal yang dilarang disaat normal, harus tetap diberi panduan.
Panduan ibadah mahdah ini sangat membantu para relawan, tim medis dan para korban yang Muslim. Para relawan, tim medis, dan masyarakat yang kurang pemahamannya terhadap konsep-konsep agama perlu panduan praktis supaya tidak timbul kebingungan dan keraguan dalam menjalankan ibadah saat kondisi darurat seperti penanganan banjir saat ini, karena boleh jadi situasi dan kondisi serba kekurangan.
Karenanya, penting bagi umat islam memahami bencana dengan baik dan komprehensif sehingga tidak terjebak pada ritual yang bertentangan dengan nilai-nilai agama seperti pawang hujan.
Pemahaman yang benar terhadap konsep kebencanaan melahirkan tindakan yang tepat. Sumbangan Muhammadiyah dengan menerbitkan buku Fikih Kebencanaan memberi arti bukan hanya pemahaman yang benar namun juga tindakan yang tepat. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni