Empat Hal Ini Perlu Diwaspadai Muhammadiyah; Oleh Aji Damanuri Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Tulungagung; Dosen IAIN Ponorogo.
PWMU.CO – Muktamar Muhammadiyah sudah di depan mata, yang disambut dengan suka cita oleh para anggotanya. Serangkaian kegiatan dihelat hampir di semua tempat. Ada bazar, seminar, jalan santai, lomba-lomba, atau tabligh akbar. Bahkan kajian-kajian kecil di kampung ada yang mengambil tema menyongsong muktamar.
Tema Muktamar Ke-48 Muhammadiyah di Solo 18-20 November 2022 memang istimewa, “Memajukan Indonesia, Mencerahkan Semesta”. Sangat visioner. Muhammadiyah memang mendunia, namun tidak melupakan Indonesia sebagai tanah kelahiran dan tempat berkhidmat dan berjuang dengan memajukannya.
Sementara itu Aisyiyah mengambil tema: “Perempuan Berkemajuan, Mencerahkan Peradaban Bangsa”. Wajar jika wacana gender tidak laku di Muhammadiyah, karena Aisyiyah-nya tidak lagi berwacana, namun mengerjakan amal nyata bagi peradaban Indonesia, bahkan dunia. Perempuan Muhammadiyah adalah perempuan berkemajuan yang melahirkan kader-kader pejuang yang mencerahkan.
Empat Hal yang Melenakan
Capaian prestasi Muhammadiyah dan Aisyiyah tidak perlu diragukan dalam kancah nasional maupun internasional. Hampir semua tokoh dan aktivis Muhammadiyah selalu membicarakannya. Namun jangan sampai semua itu membuat lengah. Ada beberapa hal yang harus terus diwaspadai oleh kader Muhammadiyah.
Pertama, romantisme yang melenakan. Sering kita berbangga-bangga bahwa Indonesia lahir dari rahim tokoh-tokoh Muhammadiyah. Romantisme masa lalu ini sebenarnya penting dalam kadar yang normal, namun sekeadar mengingat dan menunjukan bisa melenakan warga dalam angan romantisme masa lalu belaka.
Penting untuk memikirkan bagaimana melahirkan tokoh-tokoh bangsa sekaliber Bung Karno, sesetrategis Soedirman, secerdas Kasman Singodimejo, sebijaksana Ki Bagus Hadikusumo, dan lain-lain.
Romantisme hendaklah tidak hanya berhenti pada kebanggaan semata, namun menggugah kesadaran jika mereka bisa menjadi tokoh nasional bahkan internasional yang disegani dan mampu berbuat untuk Indonesia dan dunia. Maka sudah sewajarnya Muhammadiyah terus menelorkan kader-kader unggul yang bermanfaat untuk dunia. Kader wajib sadar bahwa ketokohan lahir dari kerja keras dan perbuatan, bukan dari tradisi rebahan.
Baca sambungan di halaman 2: Kebanggaan yang Berlebihan