Jangan Jadi Daur Hidup
Jangan sampai usia tua Muhammadiyah seperti kata Oswod Spengler bahwa daur hidup peradaban bersifat linier. Berawal dari kelahiran, menjadi anak-anak, dewasa, tua dan kemudian binasa. Jangan sampai Muhammadiyah yang sudah menua, mengalami kekurangan stamina untuk berkompetisi dengan yang muda, berjalan lambat dan sering masuk angin oleh terpaan modernitas, gagap teknologi dan kalah dengan kelompok-kelompok baru yang tampak lebih progresif.
Atau mengikuti daur hidup peradaban secara sirkuler ala August Comte, bahwa setelah menua maka menjadi anak-anak kembali dengan sifat-sifat kekanak-kanakannya.
Sifat anak yang belum dewasa, belum matang dalam berpikir dan bersikap akan selalu mementingkan romantisme masa lalu (nglamunan), bangga berlebihan (kemlinthi), mengeluh (sambat), labil (bingungan), serakah (menangan), gampang marah (nesunan/sugetan), putus asa (mutungan/ceklekan), mengedepankan otot dari akal (cengkiling), iri dengki (irenan, cemburuan, milikan), mudah terpana (nggumunan).
Kedewasaan kader Muhammadiyah sedang diuji di tengah gempuran ideologi transnasional yang menghegemoni ruang-ruang digital, hadir di jejaring media sosial tanpa batas waktu, lokasi, dan situasi.
Sebagai kader tentu harus optimis. Muhammadiyah pasti mampu mengatasi semua persoalan tadi dengan baik karena memiliki modal dasar yang jelas. Muhammadiyah memiliki ideologi yang mapan, sasaran, tujuan dan program terukur.
Sebagai organisasi, Muhammadiyah memiliki jaringan yang luas, personal yang terampil dan terdidik. Kegiatan-kegiatan Muhammadiyah terencana dengan basis musyawarah. Sebagai organisasi yang sudah berpengalaman panjang, Muhammadiyah bisa mengubah dan mempertahankan apa yang sudah dicapainya.
Muhammadiyah juga telah terbiasa dengan gerakan jamaah dalam berbagai kegiatan. Sejak kelahirannya, Muhammadiyah adalah perumus dan pelaksana Islam aplikatif. Islam yang tidak hanya tersusun dalam konsep yang tinggi, namun Islam yang teraplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Intinya jangan menjadi kader Muhammadiyah yang bingungan dan tidak punya sikap yang jelas, karena manhaj Muhammadiyah amatlah jelas. Muhammadiyah adalah ideologi itu sendiri, maka jangan tanya apa ideologi Muhammadiyah.
Semoga kiprah dan peran Muhammadiyah pada dunia global tidak melupakan persoalan-persoalan kecil yang tampak remeh temeh pada tataran praksis sehingga berpengaruh pada kuantitas dan kualitas kader. Muktamar adalah momentum muhasabah nasional untuk melahirkan gagasan dan gerakan yang komprehensif bagi islam berkemajuan di Indonesia dan peradaban dunia. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni