Pendidikan Humanis dan Futuristik
Hasnan Bachtiar mengupas filsafat pendidikan Malik Fadjar yang mengedepankan semangat kemanusiaan dan berpijak pada landasan etis dan bervisi jangka panjang.
Ia mengatakan Malik Fadjar selalu mendorong anak-anak muda untuk tidak hanya terlibat dalam dialektika keilmuan secara teoritis, tetapi juga terjun dalam pergerakan.
“Maksudnya, agar ilmu yang kita miliki, mampu mendorong adanya transformasi sosial menuju kepada segala kondisi yang lebih baik. Dengan kata lain kesarjanaan itu memerlukan follow-up aktivisme sosial yang berkemajuan,” terangnya.
Pada konteks ini, dia melanjutkan, filsafat pendidikan Malik Fadjar tidak hanya mengedepankan keterampilan kognitif, tetapi juga bagaimana keterampilan kognitif tersebut mampu mewujud dalam gerakan sosial yang membutuhkan keterampilan psikomotorik.
Lebih lanjut, katanya, gerakan sosial itu pun tidak bisa sebatas aktivisme biasa, tetapi sebuah gerakan yang harus dilandasi nilai-nilai spiritual dan etika luhur, sebab itulah fungsi utama pendidikan.
Selain itu, filsafat pendidikan Malik Fadjar adalah tentang bagaimana pendidikan harus memikirkan kebutuhan anak didik di masa depan. Hasil riset tersebut menyebutkan paling tidak ada empat keterampilan penting yang harus dimiliki oleh anak-anak muda Indonesia.Yakni kemampuan menjadi pembelajar, kemampuan literasi, kemampuan bertahan hidup, dan kemampuan mengasah kebijaksanaan.
Menurutnya, dalam situasi kebangsaan dan keumatan yang terus bergerak ini, keempat keterampilan tersebut begitu penting sebagai pendamping anak-anak muda, tidak hanya menjadi lebih cerdas, tetapi juga lebih bijak, baik, dan berbudi pekerti luhur.
Upaya internasionalisasi gagasan pendidikan Malik Fadjar ini semakin relevan setidaknya sebagai alternatif teori pendidikan. Seperti dicatat oleh Azhar Syahida, yang juga salah seorang penulis naskah penelitian tersebut.
“Paper ini menyimpulkan bahwa filsafat pendidikan Malik Fadjar yang mengedepankan nilai-nilai humanis, progresif, nasionalis, dan futuristik sangat relevan sebagai salah satu alternatif pijakan nilai-nilai (postulat) dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia,” ujar Azhar Syahida.
Lebih-lebih, lanjutnya, Indonesia tengah mengejar puncak kejayaan sumber daya manusia pada 2045 nanti. “Semoga apa yang kami lakukan ini membawa manfaat,” katanya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni