PWMU.CO – Kepala SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo Wigatiningsih MPd memaparkan kepercayaan atau trust adalah modal sosial mendasar yang harus dimiliki oleh sebuah lembaga pendidikan, sehingga tetap diminati dan diperhitungkan oleh masyarakat luas.
”Kepercayaan itu sendiri tidak bisa diminta, melainkan gelar pengakuan dari orang lain ketika mendapatkan kepuasan dan pelayanan,” kata Wigatiningsih MPd dalam acara bertajuk ‘Penguatan Guru dan Karyawan, di Aula Nyai Walidah Smamda, Rabu (8/3).
(Baca: KH Hasyim Abbas, Tokoh NU Ini Ternyata Guru yang Sangat Dikenang oleh Ketua PW Muhammadiyah Jatim)
Acara yang diikuti oleh seluruh Tenaga Pendidik dan Kependidikan (TPK) tersebut mendatangkan motivator nasional H Dwiyono Iriyanto MM CPC, anggota Majelis Ekonomi (MEK) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Yogyakarta .
Kolumnis Harian Republika ini mengawali penjelasannya dengan pentingnya mengisi pikiran dengan hal-hal yang baik. ”Kalau kita memasukan air teh ke teko, maka ketika kita akan menuangkannya ke gelas, yang keluar nanti pasti ya akan air teh, ngak mungkin berubah menjadi air putih, sama dengan manusia, jika menyerap informasi yang baik, maka yang dikeluarkan juga yang baik-baik” tutur Iriyanto.
Konsultan Pengembangan SDM ini pun berpesan kepada guru dan karyawan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) untuk selalu meningkatkan potensi yang dimilikinya. ”Sudah saatnya guru bisa memberikan inspirasi bagi siswa. Karena itu guru harus bisa menjadi teladan. Jangan sedikit-sedikit marah atau salah paham. Guru juga harus mengerti kondisi siswa yang mungkin persepsinya berbeda dengan kita,” paparnya.
(Baca juga: Karena Guru Hebat Akan Melahirkan Murid Hebat, maka ….)
Iriyanto lantas menyoroti adanya perubahan yang sangat cepat akhir-akhir ini. Salah satunya perubahan dalam pemanfaatan hand phone (HP), serta gaya interaksi masyarakat lainnya menyebabkan semua berubah. Ia menyebutnya dengan era destruktif atau era banyak gangguan.
”Kita melihat dulu ada angkutan umum, atau ojek konvensional. Akan tetapi seiring dengan perkembangan teknologi semua berubah. Kini menjamur ojek online, seperti Grab, Uber dan situs jual beli online atau sejenisnya yang berbasis kecepatan informasi dan komunikasi,” jelasnya.
Dalam tahapan ini, lanjut Iriyanto sebenarnya sangat perlu untuk menjadi problem solver. Bukan sebaliknya, malah menjadi problem maker. Di sekolah misalnya, seorang guru itu tidak perlu gampang gupuhan dalam menghadapi berbagai macam perubahan.
(Baca ini juga: Ketika Profesor Harus Mengajar Siswa SD)
”Ketika kurikulum berubah juga harus bisa menyesuaikan. Karena kurikulum bukan segala-galanya. Guru tetap menjadi penentu keberhasilan belajar mengajar. Kan wajar kalau awal itu terasa sulit, toh lama-lama akan juga menyesuaiakn,” tegasnya.
Ia berharap, pasca motivasi ini, para guru dan karyawan di lingkungan Smamda mampu melakukan metamorfosis, melakukan perubahan yang lebih baik. ”Mari kita berusaha dan beramal secara maksimal, dan mari kita berikan yang terbaik potensi yang kita miliki dimanapu kita berada, karena semuap pasti akan berbaslas,” ajaknya. (hanafi/aan)