Kabinet Soekiman
Di Muktamar IV Masyumi pada 15-19 Desember 1949, Mohammad Natsir (41 tahun) terpilih sebagai Ketua Umum menggantikan Soekiman (51 tahun). Hanya saja, Muktamar juga memutuskan adanya jabatan Presiden Partai Masyumi dan itu diserahkan kepada Soekiman (h.266).
Lalu, pada 1952 eksistensi Presiden Partai di Masyumi dihapuskan karena dinilai memunculkan dualisme kepemimpinan. Sejak itu, sampai Partai Masyumi membubarkan diri pada 1960, Soekiman Wirjosandjojo berada pada posisi Wakil Ketua (h.266).
Dalam perkembanganya, sesudah Kabinet Natsir meletakkan jabatan, Soekiman dan pimpinan Masyumi diminta Presiden Soekarno membentuk kabinet. Soekiman berhasil membentuk kabinet koalisi. Di kabinet itu, Soekiman sebagai Perdana Menteri dan Soewirjo (PNI) sebagai Wakil Perdana Menteri (h.267). Kabinet itu diumumkan 26 April 1951 dan dilantik 7 Mei 1951.
Soekiman tak hamya tokoh pergerakan politik. Tapi, dia juga dikenal sebagai tokoh gerakan buruh. Maka, hanya beberapa bulan setelah dilantik, peraturan Larangan Mogok untuk buruh dicabut Soekiman (h.293-294).
Sebagai Perdana Menteri Soekiman mencetuskan gagasan Tunjangan Hari Raya (THR). Sampai kini, program ini masih dijalankan (h.295).
Pribadi Berintegritas
Kala “dilamar” Soekarno agar bersedia menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) Soekiman menolak. Alasannya kukuh.
Bahwa, pada 1960, Presiden Soekarno membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilu 1955. Sebagai gantinya, Soekarno membentuk DPR Gotong Royong (DPR-GR) yang semua anggotanya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden (h.303).
Terkait itu, Soekarno meminta kesediaan Soekiman untuk menjadi anggota DPR-GR sebagai wakil dari kalangan cendekiawan. Bahkan, konon Soekarno berniat menjadikan Soekiman sebagai Ketua DPR-GR.
Soekiman menolak tawaran itu karena merasa tidak mengerti mengapa dirinya diistimewakan oleh Presiden Soekarno. Bukankah, Presiden telah membubarkan DPR hasil pilihan rakyat yang di dalamnya ada Masyumi? Lalu, mengapa dirinya yang orang Masyumi akan ditunjuk menjadi anggota DPR-GR? (h.305-306).
Rezeki Besar
Terbitnya buku ini patut kita syukuri. Ini sangat berharga. Bahwa, telah bertambah khazanah kepustakaan kita dengan buku biografi salah seorang pendiri bangsa ini.
Jejak kebaikan dan perjuangan Soekiman Wirjosandjojo terentang sangat panjang, sejak dia masih mahasiswa sampai menjadi Perdana Menteri Negeri ini. Bahkan, sampai dia wafat di Yogyakarta pada 23 Juli 1974.
Kita bertambah bersyukur. Hal ini, karena kita juga bisa turut merasakan rasa haru dan bahagia dari sang penulis yang telah lengkap menulis dan menyunting buku biografi tiga Ketua Umum Masyumi – partai politik yang hanya berusia 15 tahun tapi keharumannya melampaui usianya (h.xii).
Jika misalnya ditemui sejumlah kecil kekurangan di buku ini, sungguh itu tak bisa memupus kandungan manfaatnya yang luar biasa. Ada kekurangan? Mungkin, bisa disebut ini: Beberapa fragmen disebut secara tak berurutan, atau ada informasi yang diulang di halaman yang berbeda. Misal, tentang Maklumat Pemerintah yang ditandatangani Mohammad Hatta dan isinya menganjurkan rakyat membentuk partai politik. Tentang ini ada di h.201, tapi sebelumnya juga telah disinggung di h.197.
Apapun, didukung referensi yang luas dan ditulis oleh penulis biografi dari banyak tokoh bangsa, buku ini sungguh bergizi. Alhamdulillah!
Judul: Soekiman; Sebuah Biografi Politik Pemimpin
Pertama Partai Masyumi dan Kontribusinya untuk Indonesia
Penulis: Lukman Hakim
Penerbit: Pustaka Al-Kautsar
Terbit: September 2016
Tebal: xxi + 338 halaman (*)
Editor Mohammad Nurfatoni