Mualaf-Pejuang
Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Jum’at 14 Oktober 2022, Steven Indra Wibowo wafat. Dia, yang akrab disapa Koh Steven, lahir pada 1981. Artinya, saat wafat berusia 41 tahun.
Umur 19 tahun, dia yang ayahnya seorang petinggi di Persekutuan Gereja Indonesia, masuk Islam. Di awal-awal keputusannya itu dia mendapat perlakuan tak semestinya. Di dalam keluarga, kekerasan fisik dan “penutupan” askses ekonomi, dia alami.
Bertahap ekonomi Steven berubah baik. Bisnisnya sukses, begitu juga dakwahnya. Di dunia dakwah, antara lain, dia pendiri Mualaf Center Indonesia.
Steven cerdas. Dia masuk Islam di usia 19 tahun, usia remaja. Dia masuk Islam melewati serangkaian proses. Di antaranya, dengan mengamati bagaimana seorang Muslim menegakkan shalat. Juga, dengan mempelajari ajaran Islam seperti misalnya dari salah satu buku Imam Al-Ghazali.
Steven yang aktif berdakwah sejak sebagai pemuda, adalah pribadi cerdas. Dia selalu ingat kematian. Bacalah ini: “Koh Steven Indra Wibowo Soal Kematian: ‘Saya Selalu Punya Kafan di Rumah, Kita Hidup Hanya Menunggu Mati’.” (tvonenews.com).
Steven yang aktif berdakwah sejak sebagai pemuda, adalah pribadi cerdas. “Setiap saya berangkat dari rumah, saya tidak minta didoakan agar selamat kepada keluarga. Tapi, doakan agar saya mati syahid,” kata Steven (baca buku “Bisnis Langit dan Pemulung Amal”, terbit 2022).
Steven yang aktif berdakwah sejak sebagai pemuda, adalah pribadi cerdas. Dia infakkan hartanya dalam jumlah sangat besar, di ketika semua orang merasa berada di sebuah kesulitan yang besar karena pandemi Covid-19. Bacalah ini: “Koh Steven Jual Harta Pribadi Rp 13 Miliar untuk Aksi Kemanusiaan pPndemi Corona” (liputan6.com).
Siapa Mau?
Di sekitar kita, banyak “Steven-Steven” lain yang tergolong sebagai pemuda cerdas. Sekadar menambah contoh, Lihatlah M. Fanni Rahman (1978-2021).
Fanni Rahman yang meninggal di usia 43 tahun, memiliki ciri juga sebagai “Si Cerdas”. Dia aktif di dakwah mulai di Remaja Masjid Jogokariyan sampai giat memikirkan nasib Masjid Al-Aqsha, terutama lewat lembaga Sahabat Al-Aqsha. Dia punya cita-cita agar syahid di Jalan Allah.
Fanni Rahman memang tidak wafat saat berjuang langsung di Palestina. Tapi, dia wafat pada 2 Agustus 2021 karena terinfeksi Covid-19. Dia meninggal di masa pandemi, insya Allah syahid.
Bagi yang mengenalnya, sejak remaja, Fanni Rahman adalah aktivis dakwah yang tak pernah lelah. Pikiran, waktu, tenaga, dan dana dia sumbangkan untuk dakwah (baca buku Abah Fanni: Dari Masjid Jogokariyan ke Masjidil Aqsha, terbit 2022).
Alhasil, jika mau, kita-dan terutama para pemuda-semua bisa menjadi Si Cerdas. Caranya, selalu ingatlah mati! Senantiasa persiapkanlah diri menyambut kehadiran kematian dengan menyiapkan “bekal” sebanyak-banyaknya. Jadilah, misalnya, Steven! Jadilah, misalnya, Fanni! (*)
Editor Mohammad Nurfatoni