Jelang Muktamar, Matan Angkat Tema Kepemimpinan Ideal Muhammadiyah; Liputan Miftahul Ilmi, wartawan Matan.
PWMU.CO – Setelah mundur dua tahun akibat pandemi Covid-19 Muhammmadiyah akan menggela muktamar ke-48 di Surakarta 18-20 November 2022. Selain memilih pimpinan baru yang akan mengawal ormas berusia 110 tahun lebih ini lima tahun ke depan, banyak agenda kebangsaan, keumatan, serta kemanusiaan nasional dan internasional yang akan dimusyawarahkan.
Dalam muktamar bertema “Memajukan Indonesia Mencerahkan Semesta” itu akan banyak persoalan dan jawaban yang dibahas muktamirin dari seluruh Indonesia dan perwakilan luar negeri. Berbeda dengan gawe besar ormas lain, apalagi orpol, Muhammadiyah memiliki ciri khas sistem pemilihan. Tidak ada pemilihan langsung ketua umum. Semua pimpinan dimusyawarahkan secara kolektif-kolegial hasil penjaringan dari bawah.
Tak ada kontestasi, ingar bingar, terlebih lagi kasak-kusuk yang biasa menjadi santapan lezat media massa. Meski demikian, tampaknya menarik diperbincangkan bagaimana wajah kepemimpinan Muhammadiyah lima tahun ke depan dengan segala dinamika dan tantangan zamannya. Sebagai ormas yang lahir jauh sebelum Republik Indonesia terbentuk, sudah seyogyanya Muhammadiyah memberikan pandangan dan keteladanan kepada bangsa dan negara yang kini dirundung banyak musibah sosial maupun alam.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Haedar Nashir mengatakan, kepemimpinan dalam Muhammadiyah adalah kepemimpinan yang amanah sekaligus membawa kemajuan. Gerakan yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan ini telah menorehkan kemajuan bagi bangsa dan negara. Muhammadiyah juga selalu berada di khittah perjuangan dalam memajukan umat dan bangsa.
Kerja Muhammadiyah dan ghirah Islam Muhammadiyah juga berada di dalam gerakan amaliyah berkemajuan yang terus dilakukan. Bagi Haedar pekerjaan seperti ini cukuplah berat. “Permasalahan bangsa cukup besar dan berat, ini akumulasi dari berbagai perkembangan, tidak perlu saling menyalahkan, Muhammadiyah akan terus memberi teladan,” jelas Haedar.
“Indonesia saat ini memerlukan karakter kepemimpinan yang progresif, reformatif, inspiratif, berakhlak mulia, mampu menyerap aspirasi masyarakat, mengkristalisasikan nilai-nilai etika keagamaan, dan moral Pancasila sebagai landasan kebijakan di berbagai sektor kehidupan kebangsaan,” ujar Haedar.
Baca sambungan di halaman 2: Pemimpin Profetik